Di suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua. Sambil dud
eralas daun pisnag, Pak Tua begitu menikamati kegiatan memancing. Ia pegang gagang pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar wajahnya tak tersorot terik matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya pemandangan sekitar sungai.
Sang pemuda terus memandangi si pemancing tua. “Aneh?” ucapnya membatin. Tanpa sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar nyaris terlupakan. “Bagaimana orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya karena satu dua ikan?” gumamnya kemudian.
“Belum dapat, pak?”ucap pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa menoleh, dan langsung tersenyum. “Belum” jawabnya pendek. Pandangannya beralih ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.
“Sudah berapa lama Bapak menunggu?” tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran sungai. Pelampung Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap tenang.
“Baru tiga jam,” jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya mendendangkan nada-nada tertentu.” Ada apa, anak muda?” tiba-tiba Pak Tua balik bertanya. Si Pemuda berusaha tenang. “Bagaiman Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?”tanyanya agak hati-hati.
“Anak Muda, “ suara Pak Tua agak parau. “dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh. Pandangi alam swkitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang tertiup dari sela-sela pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!” ucap Pak Tua tenang. Dan ia pun kembali bersiul
Tidak ada kegiatan yang paling membosankan  selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Sepasang suami istri menunggu kejadiran seorang anak. Orang tua menunggu tumbuh kembang anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Para gadis menunggu jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Lulusan sarjana menunggu panggilan kerja. Semua menunggu.
Namun, jangan terlalu serius menatap ‘pelampung’ yang ditunggu. Energi kesabaran akan cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi, pergantian siang dan malam dan permainan seribu satu pengharapan.
Para gadis di masa menunggu jodoh bisa memperbaiki kualitas diri. Memperbanyak ibadah, mengikuti seminar atau training tentang manajemen rumah tangga, belajar masak, dan masih banyak yang lain yang bisa dilalukan agar menjadi pribadi yang berkualitas sehingga nanti bisa mendapatkan jodoh yang berkualitas pula. Jangan melulu meratapi diri karena jodoh yang dinanti belum jua datang. InsyaAllah kalau kita jalani kegiatan menunggu dengan kesibukan-kesibukan yang baik kita tidak akan merasa jenuh dan lelah menanti jodoh kita.
Para sarjana bisa mengikuti training-training yang dapat meningkatkan kualitas dirinya sehingga bisa menampilkan performa yang maksimal ketika bekerja.
Suami istri yang belum jua dikarunia anak dalam usia pernikahan yang lumayan lama tidak perlu jenuh menunggu amanah menjadi orang tua. Nikmati masa pacaran setelah pernikahan, persiapkan diri menjadi orang tua yang baik.
Siapapun kita yang sednag menunggu. Enjoy aja!  Insyaallah, menunggu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.
Sumber: Majalah “SAKSI’ (Muhammad Nuh) dengan sedikit penambahan
Dunia usaha semakin menjanjikan di mata kaum muda. Daya gerak yang cepat dan pola pikir yang kreatif merupakan modal terpenting bagi mereka untuk menuju kesuksesan. Karena itu, mereka perlu memikirkan perencanaan keuangannya.

Menurut studi yang dilakukan Institusi Pendamping Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia, Pillar Business Accelerator, 50% masyarakat Indonesia di usia produktif menjadi pengangguran. Padahal, pendidikan yang ditempuh tidak menutup kemungkinan sampai di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan pola pendidikan yang berorientasi hanya menjadi pekerja.

Sementara lapangan pekerjaan tidak cukup memadai dengan tingginya keluaran perguruan tinggi setiap tahun. Untuk itu, kaum muda perlu melibatkan diri menjadi pengusaha. "Pola pikir yang menekankan untuk menjadi pegawai di sebuah perusahaan besar HARUS DIUBAH, dan segera beralih menjadi PENGUSAHA MUDA YANG KREATIF & INOVATIF" kata Direktur sekaligus Founder Pillar Business Accelerator Lyra Puspa.

Saat ini, imbuh Lyra, kaum muda dituntut untuk melek dunia usaha. Tidak sedikit pengusaha muda yang telah mendapatkan omzet miliaran rupiah per tahun dalam bisnis yang mereka geluti. Kendati tidak sedikit pula yang masih coba-coba, kemauan untuk berwirausaha bagi kaum muda TIDAK BOLEH DITUNDA-TUNDA. Apalagi, keinginan berwirausaha di kalangan kaum muda saat ini sudah semakin tinggi. Namun, yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan bagi kelangsungan usaha mereka.

"Optimalisasi berbisnis mereka harus difokuskan pada pembangunan kapasitas berwirausaha. Bukan sekadar memotivasi mereka, tapi juga pendampingan seumur hidup. Memberikan mereka akses jaringan untuk masuk komunitas usaha," kata Lyra.

Lyra menambahkan, target kaum muda untuk terjun di dunia usaha adalah PILIHAN CERDAS, sebab kemampuan mereka lebih dahsyat, energinya lebih tinggi, tidak punya beban memikirkan keluarga, dan lebih berani.

"Jika mereka jadi pengusaha, LARINYA AKAN LEBIH CEPAT, apalagi jika didampingi dengan mentoring," tandas perempuan kelahiran Jakarta, 22 Januari 1975 ini.

Kondisi demikian, lanjut Lyra, sangat berbeda dengan mereka yang baru terjun ke dunia usaha saat berusia 35 tahun ke atas. Usia yang tidak lagi produktif, penuh pertimbangan, dan beban pikiran sudah bermacam-macam. Sementara yang masih usia muda, mereka sudah bisa langsung speed up.

"Menjadi entrepreneur muda jangan ditunda lagi. Meski begitu, harus diiringi dengan pendampingan terus menerus untuk menghindari kegagalan yang terlalu lama. Gunakan energi maksimal ketika masih di usia produktif. Terakhir, yang perlu dipahami pebisnis muda adalah MELATIH KESABARAN, agar mencapai wisdom," ujarnya.

Sementara pemilik Kedai Digital, Saptuari Sugiharto, mengatakan bahwa menjadi pengusaha muda biasanya diliputi dengan berkali-kali kegagalan. Hal itu biasa karena setiap orang mempunyai masa jatuh atau gagal. "Yang terpenting adalah mereka harus fokus berwirausaha. TIDAK BOLEH PATAH SEMANGAT," kata pria yang melakukan promosi usahanya melalui media sosial ini.

Namun, keresahan yang sering menggejala di kalangan kaum muda yang sudah terjun di dunia bisnis, dan mempunyai penghasilan sendiri, mereka tidak bisa mengatur keuangan. Ada kecenderungan di masa peralihan mereka yang semula tidak punya penghasilan, kemudian sangat boros. Tidak memikirkan keberlanjutan modal usaha di masa depan. Karena itu, ahli perencana keuangan Safir Senduk menegaskan, kalangan muda yang terjun di dunia usaha, harus bisa mengatur keuangan mereka. Kebanyakan mereka tidak berpikir bagaimana keberlanjutan usaha jika sudah mendapatkan keuntungan.

Padahal, itu merupakan kesalahan. Para pelaku usaha di usia muda yang baru pertama kali terjun, kata Safir, kerap mencampuradukkan uang hasil usaha dengan pribadi. Akhirnya, mereka sering kedodoran saat ingin melakukan pembelian barang. "Mereka umumnya kurang bagus dalam mengatur keuangan. Karena itu sering mengalami kegagalan dan tidak mau berbisnis lagi. Seharusnya mereka bisa memutar uang hasil usaha," kata Safir.

Untuk bisa memutar keuntungan hasil usaha, imbuh Safir, para pengusaha muda HARUS BISA MEMISAHKAN ANTARA KEUANGAN BERBISNIS DENGAN KEUANGAN KELUARGA.. Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap bulan, harus dipastikan gaji pribadi setiap bulan. Jadi, tidak campur aduk.

"Cara yang lain, yang lebih teknis adalah menggunakan sistem akuntansi untuk bisa mengetahui pengeluaran dan pendapatan. Kalau bisa pakailah karyawan akuntansi, namun yang pegang uang tetap harus pemilik usaha. Dengan demikian, pengusaha muda tidak mudah tergoda untuk membelanjakan pendapatan usaha mereka," tukasnya.

Sering kali para pelaku usaha muda merasa telah menjadi kaya karena mendapatkan penghasilan yang besar dari usahanya. Mereka kerap membelanjakan uang untuk kebutuhan yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan.

"Dari luar terlihat seperti orang kaya, tapi karena uang hasil usaha tidak diputarkan untuk balik modal atau investasi, bisa dipastikan bisnisnya maka tidak akan bertahan lama. Kaya bukan dilihat dari profesinya, tapi dinilai dari investasi. Untuk usia muda ada baiknya memilih usaha investasi yang sifatnya PENDAPATAN BERTUMBUH, sementara untuk usia senior cocoknya pada investasi pendapatan tetap," pesan Safir. 

(Diambil dari Harian "Seputar Indonesia' dengan judul asli "Berbisnis, bagi kaum muda adalah pilihan cerdas")

Nasihat cantik dari mbak Sinta Yudisia yang baru ku dapat makam ini dari halaman FB-nya. Sebuah nasihat yang semoga mencerahkan hati kita yang sedang berada dalam penantian. 

"Izinkan Aku meminangmu"
By Sinta Yudisia 

Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.
 Aku dan Dirimu
            Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
            Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.           
            Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
            Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.
 Aku dan Ilmu
            Untuk lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku akademis.
            Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.
 Aku dan Dakwah
            Aku masih belum selevel  bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum selevel  Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di Mesir.
            Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
            Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.
 Aku dan Waktu
            Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
            Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
            Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
            Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu mengetuk pintu rumah orangtuaku.
            Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri.             Waktu yang kumiliki akan kuisi dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.
 I am and Somewhere Out There
            Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa sehingga mengajakku keliling Eropa?
            Aku tak ada di cafe, when night is still young.
            Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
            Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu  di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis terhenyak dibuatnya.
            Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu. Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat bersama – meski tempat berbeda.
            Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
            Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
            Maharku mungkin murah.
            Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.
            Jadi, kuharap kau mengerti.
            Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
            Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
            Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang  kuusahakan bertutur dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali lebih cepat.
            Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang; maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.
 ************** 
Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik.  Dalam jamuan makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk mereka.”
Seluruh tamu penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji,  megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
 Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya. Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang menyakitkan.
Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan & keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru  sepertiga yang  harusdiutamakan.
Sembari menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…           
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”
 Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah....kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan.....”
 *************
                 You are
 the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky

You are ~Rose~
Among the beautiful flowers

all of my beloved muslimah sisters
Who still waiting for the real knight


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti Sayap-Sayap Gibran yang Patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ’majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
 
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu di sana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati.
Mari kita ikut berbela sungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.
 
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. “Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai.
 
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
 
Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita.

Oleh; ust. Anis Matta
Sebuah berita pembunuhan sadis di Binjai membuat saya merasa harus menulis artikel ini.
Untuk yang belum tahu, mungkin saya akan sedikit mengulas kembali.

Baru-baru ini marak diberitakan tentang 4 korban pembunuhan dalam sebuah rumah di Binjai.
Korbannya adalah Engky alias Atu (65 tahun) meninggal di kamar belakang, serta menantunya Ceny alias Ain (27) serta dua anaknya bernama Kefin (5) dan Keren (3), meninggal di ruang depan. Mereka ditemukan tewas bersimbah darah.
Kematian mereka pun diketahui setelah beberapa hari terbunuh karena ada tetangga yang curiga mereka tidak pernah kelihatan keluar rumah, sehingga jasad ditemukan dalam keadaan mulai membusuk.

Awalnya polisi menduga ini adalah balas dendam (karena kejam) atau tindakan dari orang yang mereka kenal karena tidak ditemukan adanya buka paksa pintu.
Akan tetapi setelah pembunuhnya tertangkap, ternyata motif pembunuhan sangatlah sederhana. Panik.

Ya, setelah diusut ternyata pembunuhan terjadi karena ada pencuri yang kepergok ketika berniat melakukan aksinya. Kabarnya, sang ibu berteriak maling. Lalu sang pencuri panik (sepertinya pintu masih dalam keadaan tidak terkunci) lalu masuk dan membunuh ibu dan kedua anaknya yang sedang berada di ruang tamu untuk menghilangkan saksi.
Lalu karena ada kakek di ruang belakang ia juga dibunuh untuk memastikan tidak ada saksi.
Setelah itu ia mencuri.
Tahukah Anda apa yang dicuri?
Dua pompa air dan telepon genggam.
Bayangkan 4 nyawa melayang hanya untuk barang curian yang nilainya tidak seberapa.

Lalu apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini.
Langkah menghindari kriminalistas terutama terhadap anak-anak.

Pertama, di luar sana ada yang namanya penjahat.
Jadi jangan pernah merasa bahwa kita pasti aman dari kejahatan, kemungkinan selalu ada.
Jadi kita harus meminimalisir segala kemungkinannya.

Kedua, yang namanya tindakan sadis tidak perlu dilakukan oleh penjahat kaliber.
Remaja yang panik, mantan karyawan yang kecewa, mantan pacar yang merasa dipermalukan, sahabat yang dikecewakan, bisa tiba-tiba bertindak sadis, terutama ketika panik atau sangat sakit hati.
Peristiwa binjai terjadi karena panik, dan justru biasanya penjahat amatir yang panikan.
Jadi berhati-hatilah jika tindakan kita berdampak menyakiti hati orang.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengubah orang baik menjadi sadis.
Karena hati mudah berbalik.

Ketiga, anak-anak atau seseorang yang sangat bernilai bagi Anda, bagi orang lain apalagi bagi penjahat bisa tidak ada nilainya. Karena itu harus Anda yang menjaganya sepenuh hati, sebaik mungkin.
Anak yang sangat Anda cintai dengan segala apa yang Anda miliki, mungkin bagi penjahat hanya bernilai sebuah handphone atau beberapa ratus ribu.
Pada peristiwa di Binjai, sang ayah tidak di tempat karena sedang mencari nafkah membanting tulang jauh-jauh ke Kamboja untuk anak dan istrinya, tetapi dengan darah dingin keluarganya dibunuh penjahat hanya untuk pompa air dan handphone.
Sering kita dengar peristiwa anak kaya raya diculik dan dijual murah dalam human trafficking hanya karena penculik tidak mau beresiko meminta uang tebusan sekalipun mahal dan memilih menjual murah ke pedagang anak.

Keempat, kadang tanpa sadar orang tua, tanpa sadar, justru menjadi pemicu peristiwa yang mengakibatkan anak menjadi korban.
Akan saya ungkap satu contoh yang juga memilukan dari berita yang saya dengar beberapa tahun lalu.
Ada anak yang mengalami kerusakan otak parah akibat dipukuli preman. Usianya baru 7 tahun. Akibat pukulan preman tersebut anak itu cacat mental seumur hidup.
Tahukah kenapa anak itu dipukuli preman?
Ternyata peristiwa itu dipicu karena ayah dari anak tersebut pernah menegur sang preman karena mabuk di dalam mesjid.
Mungkin karena teguran itu kasar atau karena memang premannya brengsek, tapi tetap saja ini tidak mengubah fakta bahwa anak tersebut menjadi cacat akibat peneguran tersebut.
Sekalipun preman itu dihukum, itu tidak mengembalikan kesehatan anak.
Jadi sebagai orang tua kita harus berpikir berulang kali ketika bertindak.
Apakah ini akan membahayakan keselamatan anak atau aman-aman saja.

Saya pernah naik angkot bersama Putri Salsa yang waktu itu baru usia 6 tahunan.
Sang supir ngebut, sembrono dan ngerem mendadak.
Akibatnya satu ibu yang duduk di dekat pintu terlempar keluar. Untung ibu itu baik-baik saja.
Si supir bukannya minta maaf malah memarahi sang ibu yang dianggap tidak siaga.
"Gimana sih naik mobil, makanya pegangan!" dan diikuti kata kasar lainnya.
Saya bilang ke Salsa:
"Caca (panggilan Salsa waktu kecil), kalau ayah tidak lagi sama Caca, mungkin ini supir udah ayah tonjok!"
Salsa bertanya; "Kenapa?"
"Pertama dia ugal-ugalan, dan bukannya minta maaf tapi malah sumpah serapah ke ibu yang jatuh keluar dari mobil"
Lalu Salsa bertanya lagi; "Kenapa kalau ada Caca, ayah gak pukul aja!:
Saya menjawab;
"Kalau ayah sendiri, ayah peringati, kalau dia gak tahu diri mungkin ayah pukul, kalau dia ajak berkelahi ayah hadapi. Tapi kalau nanti banyak supir angkot datang dan kerubutin ayah walaupun dia yang salah, ayah gak mungkin bisa menghadapi kalau sambil jaga Caca.
Kalaupun ayah harus kabur, susah kalau sambil gendong Caca."
Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan dialog saya dengan Salsa, tapi itu yang ada di kepala saya saat itu dan saya menahan diri karena saat itu saya memikirkan keselamatan Salsa,
bukan emosi saya saat itu.

Pernah juga saya naik taksi dan argonya argo kuda.
Saya yakin sang sipir main kotor dengan argonya.
Karena tahu akan ribut dengan sang supir sebab saya hanya mau membayar sesuai harga biasa dan mengabaikan argo, saya meminta taksi berhenti di tikungan dekat rumah bukan depan rumah. Kenapa?
Berjaga kalau akhirnya ribut berkepanjangan, sang supir tidak tahu rumah saya, jadi anak-anak terjaga. Untungnya saat itu sang supir malu hati karena ketahuan main curang.

Kalau Anda pesan taksi lewat telepon, dan supir menjemput Anda di rumah, sebaiknya berpikir panjang jika ingin komplain berat. Kenapa?
Bayangkan kalau Anda komplain berat dan sang supir akhirnya dipecat.
Ia punya waktu kosong karena nganggur, ia juga punya masalah keluarga karena tidak punya penghasilan, dan dia cuma ingat itu semua karena Anda yang melapor dan ia tahu rumah Anda.
Kalau sudah dipecat ia sudah tidak lagi terikat peraturan perusahaan dan jadi pribadi yang bebas termasuk menumpahkan dendam kepada yang melaporkan.

Intinya, jika ingin bertindak terutama berkaitan dengan konflik, pikirkan dampaknya bagi keselamatan Anda dan keluarga.
Ingat, kita tidak pernah tahu apa yang ada di hati orang.
Zamannya sudah makin gila.

Kelima:
Preventif maksimal (Pencegahan)
Untuk hal yang bersifat kriminalitas kita harus menerapkan prinsip Prepare for The Worse.
Saya teringat ketika nyambi bekerja di Jakarta Internasional School. Di sana setiap anak masuk mobil jembutan ada absennya, jika ada yang tidak jadi ikut ada juga laporannya. Jadi semua data terdata rapih, jadi sangat sulit ada peluang penculikan.
Itu namaya prapare for the worse.

Anda baru saja memecat supir pribadi yang tertangkap basah misalnya mencuri jam tangan.
Apa yang Anda katakan pada anak Anda yang masih kecil?
"Nak, Pak ini sudah tidak jadi supir kita. Jadi jangan mau ikut kalau dia jemput kamu di sekolah sekalipun dia bilang disuruh ayah atau bunda jemput kamu."
Anda baru memecat pegawai yang dekat tidak jujur dan kebetulan dekat dengan anak-anak.
"Nak, Pak ini sudah tidak bekerja dengan kita, jadi kalau dia ajak kamu kemana, harus konfirmasi dulu ke ayah atau bunda ya..."
Setidaknya Anda sudah berjaga-jaga.

Keenam
Jika Anda mempunyai pembantu, pastikan Anda memberi standar keamanan yang tinggi.
Misalnya;
"Mbak, saya tidak ada janji sama siapa-siapa jadi selama saya pergi jangan buka pintu untuk siapapun!!
"Kalau ada tamu yang datang, telepon saya dulu sebelum buka pintu, jangan pedulikan seberapa sering bel dipencet atau seberapa keras pintu diketuk!"


Ketujuh. Siapkan perangkat dukungan
Catat nomor kantor polisi terdekat. Jangan skeptis dengan service polisi, karena pada beberapa pengalaman, saya menemukan polisi cepat tanggap.
Pastikan punya nomor tetangga, karena pada keadaan genting di rumah ketika Anda di kejauhan, maka hanya tetangga yang bisa memberikan respon secara cepat.
Beri tahu juga nomor-nomor penting tersebut pada pasangan dan anak-anak.(Isa Alamsyah)
Sumber: http://www.isaalamsyah.com/2011/05/parenting-home-safety-menjaga-sikap.html
Dikisahkan Zaman Dahulu, Ada tiga orang pemuda yang sedang mengadakan perjalanan. Tiba-tiba mereka ditimpa oleh hujan, maka mereka berteduh di dalam sebuah gua. Celakanya tiba-tiba ada batu besar yang menggelinding menutupi gua tersebut, Maka salah satu mereka berkata kepada yang lain: "Demi Allah, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sifat IKHLAS kita, oleh karenanya, saya harap agar masing-masing kita berdoa kepada Allah dengan perantara amal sholeh yang kita kerjakan dengan penuh keikhlasan “.
Seorang dari mereka berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa dulu aku punya seorang pekerja yang bekerja padaku dengan imbalan 3 gantang padi. Tapi, tiba-tiba dia pergi dan tidak mengambil upahnya. Kemudian aku ambil padi tersebut lalu aku tanam dan dari hasilnya aku belikan seekor sapi. Suatu saat, dia datang kepadaku untuk menagih upahnya. Aku katakan padanya, 'Pergilah ke sapi-sapi itu dan bawalah dia'. Dia balik berkata, 'Upahku yang ada padamu hanyalah 3 gantang padi'. Maka aku jawab, 'Ambillah sapi-sapi itu, sebab sapi-sapi itu hasil dari padi yang tiga gantang dulu'. Akhirnya dia ambil juga. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku perbuat itu hanya karena mengharap ridhaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)." Tiba-tiba batu besar (yang menutupi gua itu) bergeser.
Seorang lagi berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai bapak-ibu yang sudah renta. Setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambingku. Suatu malam aku datang terlambat pada mereka. Aku datang kala mereka sudah tidur lelap. Saat itu, isteri dan anak-anakku berteriak kelaparan. Biasanya aku tidak memberi minum buat mereka sehingga kedua orang tuaku terlebih dahulu minum. Aku enggan membangunkan mereka, aku juga enggan meninggalkan mereka sementara mereka butuh minum susu tersebut. Maka, aku tunggu mereka (bangun) sampai fajar menyingsing. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa hal tersebut aku kerjakan hanya karena takut padaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini). Tiba-tiba batu besar itu bergeser lagi.
Yang lain lagi juga berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu aku mempunyai saudari sepupu (puteri paman), dia adalah wanita yang paling aku cintai. Aku selalu menggoda dan membujuknya (berbuat zina) tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memberinya (pinjaman) 100 dinar. (Jelasnya), dia memohon uang pinjaman dariku (karena dia sangat membutuhkan dan terpaksa), maka (aku jadikan hal itu sebagai jalan untuk mendapatkan kehormatannya). Maka aku datang kepadanya membawa uang tersebut lalu aku berikan kepadanya, akhirnya dia pun memberiku kesempatan untuk menjamah dirinya. Ketika aku duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, 'Bertakwalah engkau kepada Allah, janganlah engkau merusak cincin kecuali dengan haknya'. Maka dengan segera aku berdiri dan keluar meninggalkan uang 100 dinar itu (untuknya). Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku kerjakan itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)". Tiba-tiba bergeserlah batu itu sekali lagi, dan Allah pun mengeluarkan mereka . (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Sedekah memang harus ikhlash, tapi sebenarnya untuk ikhlash itu tidak rumit, gimana sih ikhlas dalam sedekah itu ? selama kita mengharap imbalan atau balasan hanya dari Allah SWT saja, ya itulah ikhlas. Tidak mengharap imbalan dalam bentuk apapun dari orang atau lembaga yang kita sedekahin, kalo minta didoakan ? ya boleh-boleh saja, kan berdoanya juga kepada Allah, yang membalas juga Allah.
Jadi kalo sedekah lalu kita minta macem-macem sama Allah itu boleh bahkan wajib, lho kok wajib ? lha iya, kalo gak minta sama Allah lalu minta sama siapa ? lho sedekah kok minta balasan ? orang gak sedekah saja boleh meminta apalagi sudah sering sedekah ya sangat-sangat boleh meminta.
Meminta dan berharap kepada Allah itu kata lainnya adalah berdo’a, masa berdo’a dilarang ? berdo’a itu wajib, lho kok wajib ! ya kalo orang gak pernah berdo’a,gak pernah meminta dan gak pernah berharap sama Allah SWT, berarti dia gak butuh dong sama Allah, Nabi dan Rosul saja berdo’a dan meminta sama Allah, masa kita ‘gak ?
Cuma seringkali orang berdebat soal ikhlas tidak ikhlas, sampai-sampai gak jadi ibadah gak jadi sedekah, dalihnya “ daripada tidak ikhlas, kan sia-sia nanti “. Padahal sebenarnya selama masih ada iman di dada kita, amal apapun yang kita perbuat pasti unsur ikhlas itu otomatis menyertainya. Apa sih yang diharapkan dari orang beriman ketika beramal ? kan Cuma balasan dari Allah saja tho ? nah semudah itulah ikhlash.
Dalam hal sedekah, sebenarnya perdebatan soal ikhlas itu hanya berlaku bagi para pemula saja, bagi para ahli sedekah ikhlas itu sudah otomatis, para ahli sedekah sudah berusaha naik ke tingkatan berikutnya : seberapa sering dan seberapa banyak karena mereka sudah menikmati dahsyatnya sedekah.
Suatu hari ada seorang peminta-minta datang kepada orang yang suka berdebat tentang ikhlas…….
“ pak, tolong mohon sedekahnya, saya kelaparan “
“ ntar deh, sekarang hati saya belum ikhlas “
“ Waduh, tolonglah pak, saya sudah hampir sekarat nih !”
“ yah, gimana lagi, hati saya belum ikhlas, ntar sedekah saya jadi sia-sia dong ! “
Beginilah orang yang suka debat dalil soal ikhlas, nunggu lebaran monyet dulu gak action-action. Celakanya kalo si pengemis keburu mati lalu orang tadi juga mendadak mati sebelum sempat ibadah, belum sempat sedekah, nah lho gimana tuh.
Sahabat, Seperti Kisah dalam hadits diatas, betapa sedekah itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggerakkan Tangan Allah membantu kita yang sedang terbelenggu dalam masalah yang sangat berat yang tidak mampu kita selesaikan dengan tenaga dan fikiran kita. So…. Tetaplah selalu bersedekah walau hanya baru bisa dari yang tersisa bersama Rumah Yatim Indonesia. 

Seorang kawan, dalam doa dan salamnya
Di berlalunya seperempat abad usiaku
kembali mengenangkanku sebuah kaidah
"Bencilah kesalahannya,
Tapi jangan kau benci orangnya."

Betulkah aku sudah mampu begitu
Pada saudaraku, pada keluargaku
Pada para kekasih yang kucinta?
Saat mereka terkhilaf dan disergap malu
Betulkah kemaafanku telah tertakdir
Mengiringi takdir kesalahan mereka?

Tapi itulah yang sednag kupanjatkan
Dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya

karena aku tahu, bahwa terhadap satu orang
Aku selalu mampu membenci luputnya
Tapi tetap cinta dan sayang pada pelakunya
Itulah sikapku selalu, pada diriku sendiri

Kucoba cerap lagi kekata Asy Syafi'i
"Aku mencintai orangg-orang shalih"
Begitu katanya, diiringi titik air mata
"Meski aku bukanlah bagian dari mereka
Dan aku membenci para pamaksiatNya
Meski aku tak berbeda dengan mereka
 

Ya..mungkin dia benar

Tapi dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya
Aku ingin meloncat ke hakikat yang lebih tinggi

Karena tiap orang beriman tetaplah rembulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ditampakkannya pada siapapun
maka cukuplah bagiku
memandang sang bulan
Pada sisi cantik yang menghadap ke bumi

Tentu, tanpa kehilangan semangat
Untuk selalu berbagi dan sesekali merasai
gelapnya sesal dan hangatnya nasehat
sebagaimana sang rembulan
yang kadang harus menggerhanai matahari
Kita hidup du tengah-tengah khalayak
Yang selalu berbaik sangka...

Alangkah berbahanya
terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
Atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasnagka itu

Tapi keinsyafan membuatkadang terfikir
Bersediakah mereka tetap jadi saudara
Saat tahu kita yang sebenarnya
Kadang tersa, bersediakah dia menjadi sahabat
Saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
Dan..bersediakah dia tetap mendampingi kita dalam dekapan ukhuwah
Ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
Dia percaya, karena dia dikenal
Sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya
Sementara kita dipercaya, justru karena
Mereka semua tidak mengenal kita....

Yang ada hanya baik sangka....
Maka mari kita hargai dan kaga semua baik sangka itu
Dengan berbuat sebaik-baiknya
Atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan Abu bakar
Lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

"Ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
Dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu..."
Atau do'a seorang tabi'in yang mulia;
" ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
Sebagai seburuk-buruk makhluk
Dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
Dan dalam pandangan-Mu sebagai yang palingmulia

(Salim A. Fillah)

















Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
Kita lekat bagai api dan kayu
Bersama menyala, slaing menghangatkan rasanya
Hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
Tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
Kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
Merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
Dan melukis pelangi
Namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

Di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
Mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
Bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
Saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
Pada akhlak yang manis, lembut dan wangi
Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya



(Salim A. Fillah)
Ketika kubaca firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan
Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman

Aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang
Dalam dua detik, dua detik saja
Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
Itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah bermufakat
Meski lisan belum saling sebut nama dan tangan belum berjabat

Ya, kubaca lagi firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping

Kubaca firman persaudaraan ukhti sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan:
"Para kekasih di hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain..
Kecuali orang-orang yangb bertaqwa"


(Salim A. Fillah)

Menunggu

Di suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua. Sambil dud
eralas daun pisnag, Pak Tua begitu menikamati kegiatan memancing. Ia pegang gagang pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar wajahnya tak tersorot terik matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya pemandangan sekitar sungai.
Sang pemuda terus memandangi si pemancing tua. “Aneh?” ucapnya membatin. Tanpa sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar nyaris terlupakan. “Bagaimana orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya karena satu dua ikan?” gumamnya kemudian.
“Belum dapat, pak?”ucap pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa menoleh, dan langsung tersenyum. “Belum” jawabnya pendek. Pandangannya beralih ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.
“Sudah berapa lama Bapak menunggu?” tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran sungai. Pelampung Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap tenang.
“Baru tiga jam,” jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya mendendangkan nada-nada tertentu.” Ada apa, anak muda?” tiba-tiba Pak Tua balik bertanya. Si Pemuda berusaha tenang. “Bagaiman Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?”tanyanya agak hati-hati.
“Anak Muda, “ suara Pak Tua agak parau. “dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh. Pandangi alam swkitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang tertiup dari sela-sela pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!” ucap Pak Tua tenang. Dan ia pun kembali bersiul
Tidak ada kegiatan yang paling membosankan  selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Sepasang suami istri menunggu kejadiran seorang anak. Orang tua menunggu tumbuh kembang anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Para gadis menunggu jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Lulusan sarjana menunggu panggilan kerja. Semua menunggu.
Namun, jangan terlalu serius menatap ‘pelampung’ yang ditunggu. Energi kesabaran akan cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi, pergantian siang dan malam dan permainan seribu satu pengharapan.
Para gadis di masa menunggu jodoh bisa memperbaiki kualitas diri. Memperbanyak ibadah, mengikuti seminar atau training tentang manajemen rumah tangga, belajar masak, dan masih banyak yang lain yang bisa dilalukan agar menjadi pribadi yang berkualitas sehingga nanti bisa mendapatkan jodoh yang berkualitas pula. Jangan melulu meratapi diri karena jodoh yang dinanti belum jua datang. InsyaAllah kalau kita jalani kegiatan menunggu dengan kesibukan-kesibukan yang baik kita tidak akan merasa jenuh dan lelah menanti jodoh kita.
Para sarjana bisa mengikuti training-training yang dapat meningkatkan kualitas dirinya sehingga bisa menampilkan performa yang maksimal ketika bekerja.
Suami istri yang belum jua dikarunia anak dalam usia pernikahan yang lumayan lama tidak perlu jenuh menunggu amanah menjadi orang tua. Nikmati masa pacaran setelah pernikahan, persiapkan diri menjadi orang tua yang baik.
Siapapun kita yang sednag menunggu. Enjoy aja!  Insyaallah, menunggu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.
Sumber: Majalah “SAKSI’ (Muhammad Nuh) dengan sedikit penambahan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

jadi Pengusaha Muda Adalah Pilihan Cerdas

Dunia usaha semakin menjanjikan di mata kaum muda. Daya gerak yang cepat dan pola pikir yang kreatif merupakan modal terpenting bagi mereka untuk menuju kesuksesan. Karena itu, mereka perlu memikirkan perencanaan keuangannya.

Menurut studi yang dilakukan Institusi Pendamping Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia, Pillar Business Accelerator, 50% masyarakat Indonesia di usia produktif menjadi pengangguran. Padahal, pendidikan yang ditempuh tidak menutup kemungkinan sampai di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan pola pendidikan yang berorientasi hanya menjadi pekerja.

Sementara lapangan pekerjaan tidak cukup memadai dengan tingginya keluaran perguruan tinggi setiap tahun. Untuk itu, kaum muda perlu melibatkan diri menjadi pengusaha. "Pola pikir yang menekankan untuk menjadi pegawai di sebuah perusahaan besar HARUS DIUBAH, dan segera beralih menjadi PENGUSAHA MUDA YANG KREATIF & INOVATIF" kata Direktur sekaligus Founder Pillar Business Accelerator Lyra Puspa.

Saat ini, imbuh Lyra, kaum muda dituntut untuk melek dunia usaha. Tidak sedikit pengusaha muda yang telah mendapatkan omzet miliaran rupiah per tahun dalam bisnis yang mereka geluti. Kendati tidak sedikit pula yang masih coba-coba, kemauan untuk berwirausaha bagi kaum muda TIDAK BOLEH DITUNDA-TUNDA. Apalagi, keinginan berwirausaha di kalangan kaum muda saat ini sudah semakin tinggi. Namun, yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan bagi kelangsungan usaha mereka.

"Optimalisasi berbisnis mereka harus difokuskan pada pembangunan kapasitas berwirausaha. Bukan sekadar memotivasi mereka, tapi juga pendampingan seumur hidup. Memberikan mereka akses jaringan untuk masuk komunitas usaha," kata Lyra.

Lyra menambahkan, target kaum muda untuk terjun di dunia usaha adalah PILIHAN CERDAS, sebab kemampuan mereka lebih dahsyat, energinya lebih tinggi, tidak punya beban memikirkan keluarga, dan lebih berani.

"Jika mereka jadi pengusaha, LARINYA AKAN LEBIH CEPAT, apalagi jika didampingi dengan mentoring," tandas perempuan kelahiran Jakarta, 22 Januari 1975 ini.

Kondisi demikian, lanjut Lyra, sangat berbeda dengan mereka yang baru terjun ke dunia usaha saat berusia 35 tahun ke atas. Usia yang tidak lagi produktif, penuh pertimbangan, dan beban pikiran sudah bermacam-macam. Sementara yang masih usia muda, mereka sudah bisa langsung speed up.

"Menjadi entrepreneur muda jangan ditunda lagi. Meski begitu, harus diiringi dengan pendampingan terus menerus untuk menghindari kegagalan yang terlalu lama. Gunakan energi maksimal ketika masih di usia produktif. Terakhir, yang perlu dipahami pebisnis muda adalah MELATIH KESABARAN, agar mencapai wisdom," ujarnya.

Sementara pemilik Kedai Digital, Saptuari Sugiharto, mengatakan bahwa menjadi pengusaha muda biasanya diliputi dengan berkali-kali kegagalan. Hal itu biasa karena setiap orang mempunyai masa jatuh atau gagal. "Yang terpenting adalah mereka harus fokus berwirausaha. TIDAK BOLEH PATAH SEMANGAT," kata pria yang melakukan promosi usahanya melalui media sosial ini.

Namun, keresahan yang sering menggejala di kalangan kaum muda yang sudah terjun di dunia bisnis, dan mempunyai penghasilan sendiri, mereka tidak bisa mengatur keuangan. Ada kecenderungan di masa peralihan mereka yang semula tidak punya penghasilan, kemudian sangat boros. Tidak memikirkan keberlanjutan modal usaha di masa depan. Karena itu, ahli perencana keuangan Safir Senduk menegaskan, kalangan muda yang terjun di dunia usaha, harus bisa mengatur keuangan mereka. Kebanyakan mereka tidak berpikir bagaimana keberlanjutan usaha jika sudah mendapatkan keuntungan.

Padahal, itu merupakan kesalahan. Para pelaku usaha di usia muda yang baru pertama kali terjun, kata Safir, kerap mencampuradukkan uang hasil usaha dengan pribadi. Akhirnya, mereka sering kedodoran saat ingin melakukan pembelian barang. "Mereka umumnya kurang bagus dalam mengatur keuangan. Karena itu sering mengalami kegagalan dan tidak mau berbisnis lagi. Seharusnya mereka bisa memutar uang hasil usaha," kata Safir.

Untuk bisa memutar keuntungan hasil usaha, imbuh Safir, para pengusaha muda HARUS BISA MEMISAHKAN ANTARA KEUANGAN BERBISNIS DENGAN KEUANGAN KELUARGA.. Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap bulan, harus dipastikan gaji pribadi setiap bulan. Jadi, tidak campur aduk.

"Cara yang lain, yang lebih teknis adalah menggunakan sistem akuntansi untuk bisa mengetahui pengeluaran dan pendapatan. Kalau bisa pakailah karyawan akuntansi, namun yang pegang uang tetap harus pemilik usaha. Dengan demikian, pengusaha muda tidak mudah tergoda untuk membelanjakan pendapatan usaha mereka," tukasnya.

Sering kali para pelaku usaha muda merasa telah menjadi kaya karena mendapatkan penghasilan yang besar dari usahanya. Mereka kerap membelanjakan uang untuk kebutuhan yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan.

"Dari luar terlihat seperti orang kaya, tapi karena uang hasil usaha tidak diputarkan untuk balik modal atau investasi, bisa dipastikan bisnisnya maka tidak akan bertahan lama. Kaya bukan dilihat dari profesinya, tapi dinilai dari investasi. Untuk usia muda ada baiknya memilih usaha investasi yang sifatnya PENDAPATAN BERTUMBUH, sementara untuk usia senior cocoknya pada investasi pendapatan tetap," pesan Safir. 

(Diambil dari Harian "Seputar Indonesia' dengan judul asli "Berbisnis, bagi kaum muda adalah pilihan cerdas")

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Izinkan Aku Meminangmu


Nasihat cantik dari mbak Sinta Yudisia yang baru ku dapat makam ini dari halaman FB-nya. Sebuah nasihat yang semoga mencerahkan hati kita yang sedang berada dalam penantian. 

"Izinkan Aku meminangmu"
By Sinta Yudisia 

Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.
 Aku dan Dirimu
            Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
            Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.           
            Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
            Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.
 Aku dan Ilmu
            Untuk lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku akademis.
            Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.
 Aku dan Dakwah
            Aku masih belum selevel  bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum selevel  Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di Mesir.
            Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
            Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.
 Aku dan Waktu
            Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
            Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
            Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
            Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu mengetuk pintu rumah orangtuaku.
            Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri.             Waktu yang kumiliki akan kuisi dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.
 I am and Somewhere Out There
            Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa sehingga mengajakku keliling Eropa?
            Aku tak ada di cafe, when night is still young.
            Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
            Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu  di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis terhenyak dibuatnya.
            Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu. Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat bersama – meski tempat berbeda.
            Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
            Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
            Maharku mungkin murah.
            Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.
            Jadi, kuharap kau mengerti.
            Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
            Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
            Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang  kuusahakan bertutur dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali lebih cepat.
            Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang; maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.
 ************** 
Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik.  Dalam jamuan makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk mereka.”
Seluruh tamu penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji,  megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
 Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya. Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang menyakitkan.
Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan & keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru  sepertiga yang  harusdiutamakan.
Sembari menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…           
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”
 Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah....kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan.....”
 *************
                 You are
 the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky

You are ~Rose~
Among the beautiful flowers

all of my beloved muslimah sisters
Who still waiting for the real knight

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sayap Yang Tak Pernah Patah


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti Sayap-Sayap Gibran yang Patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ’majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
 
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu di sana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati.
Mari kita ikut berbela sungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.
 
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. “Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai.
 
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
 
Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita.

Oleh; ust. Anis Matta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Parenting -Home Safety: Menjaga sikap untuk keselamatan anak

Sebuah berita pembunuhan sadis di Binjai membuat saya merasa harus menulis artikel ini.
Untuk yang belum tahu, mungkin saya akan sedikit mengulas kembali.

Baru-baru ini marak diberitakan tentang 4 korban pembunuhan dalam sebuah rumah di Binjai.
Korbannya adalah Engky alias Atu (65 tahun) meninggal di kamar belakang, serta menantunya Ceny alias Ain (27) serta dua anaknya bernama Kefin (5) dan Keren (3), meninggal di ruang depan. Mereka ditemukan tewas bersimbah darah.
Kematian mereka pun diketahui setelah beberapa hari terbunuh karena ada tetangga yang curiga mereka tidak pernah kelihatan keluar rumah, sehingga jasad ditemukan dalam keadaan mulai membusuk.

Awalnya polisi menduga ini adalah balas dendam (karena kejam) atau tindakan dari orang yang mereka kenal karena tidak ditemukan adanya buka paksa pintu.
Akan tetapi setelah pembunuhnya tertangkap, ternyata motif pembunuhan sangatlah sederhana. Panik.

Ya, setelah diusut ternyata pembunuhan terjadi karena ada pencuri yang kepergok ketika berniat melakukan aksinya. Kabarnya, sang ibu berteriak maling. Lalu sang pencuri panik (sepertinya pintu masih dalam keadaan tidak terkunci) lalu masuk dan membunuh ibu dan kedua anaknya yang sedang berada di ruang tamu untuk menghilangkan saksi.
Lalu karena ada kakek di ruang belakang ia juga dibunuh untuk memastikan tidak ada saksi.
Setelah itu ia mencuri.
Tahukah Anda apa yang dicuri?
Dua pompa air dan telepon genggam.
Bayangkan 4 nyawa melayang hanya untuk barang curian yang nilainya tidak seberapa.

Lalu apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini.
Langkah menghindari kriminalistas terutama terhadap anak-anak.

Pertama, di luar sana ada yang namanya penjahat.
Jadi jangan pernah merasa bahwa kita pasti aman dari kejahatan, kemungkinan selalu ada.
Jadi kita harus meminimalisir segala kemungkinannya.

Kedua, yang namanya tindakan sadis tidak perlu dilakukan oleh penjahat kaliber.
Remaja yang panik, mantan karyawan yang kecewa, mantan pacar yang merasa dipermalukan, sahabat yang dikecewakan, bisa tiba-tiba bertindak sadis, terutama ketika panik atau sangat sakit hati.
Peristiwa binjai terjadi karena panik, dan justru biasanya penjahat amatir yang panikan.
Jadi berhati-hatilah jika tindakan kita berdampak menyakiti hati orang.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengubah orang baik menjadi sadis.
Karena hati mudah berbalik.

Ketiga, anak-anak atau seseorang yang sangat bernilai bagi Anda, bagi orang lain apalagi bagi penjahat bisa tidak ada nilainya. Karena itu harus Anda yang menjaganya sepenuh hati, sebaik mungkin.
Anak yang sangat Anda cintai dengan segala apa yang Anda miliki, mungkin bagi penjahat hanya bernilai sebuah handphone atau beberapa ratus ribu.
Pada peristiwa di Binjai, sang ayah tidak di tempat karena sedang mencari nafkah membanting tulang jauh-jauh ke Kamboja untuk anak dan istrinya, tetapi dengan darah dingin keluarganya dibunuh penjahat hanya untuk pompa air dan handphone.
Sering kita dengar peristiwa anak kaya raya diculik dan dijual murah dalam human trafficking hanya karena penculik tidak mau beresiko meminta uang tebusan sekalipun mahal dan memilih menjual murah ke pedagang anak.

Keempat, kadang tanpa sadar orang tua, tanpa sadar, justru menjadi pemicu peristiwa yang mengakibatkan anak menjadi korban.
Akan saya ungkap satu contoh yang juga memilukan dari berita yang saya dengar beberapa tahun lalu.
Ada anak yang mengalami kerusakan otak parah akibat dipukuli preman. Usianya baru 7 tahun. Akibat pukulan preman tersebut anak itu cacat mental seumur hidup.
Tahukah kenapa anak itu dipukuli preman?
Ternyata peristiwa itu dipicu karena ayah dari anak tersebut pernah menegur sang preman karena mabuk di dalam mesjid.
Mungkin karena teguran itu kasar atau karena memang premannya brengsek, tapi tetap saja ini tidak mengubah fakta bahwa anak tersebut menjadi cacat akibat peneguran tersebut.
Sekalipun preman itu dihukum, itu tidak mengembalikan kesehatan anak.
Jadi sebagai orang tua kita harus berpikir berulang kali ketika bertindak.
Apakah ini akan membahayakan keselamatan anak atau aman-aman saja.

Saya pernah naik angkot bersama Putri Salsa yang waktu itu baru usia 6 tahunan.
Sang supir ngebut, sembrono dan ngerem mendadak.
Akibatnya satu ibu yang duduk di dekat pintu terlempar keluar. Untung ibu itu baik-baik saja.
Si supir bukannya minta maaf malah memarahi sang ibu yang dianggap tidak siaga.
"Gimana sih naik mobil, makanya pegangan!" dan diikuti kata kasar lainnya.
Saya bilang ke Salsa:
"Caca (panggilan Salsa waktu kecil), kalau ayah tidak lagi sama Caca, mungkin ini supir udah ayah tonjok!"
Salsa bertanya; "Kenapa?"
"Pertama dia ugal-ugalan, dan bukannya minta maaf tapi malah sumpah serapah ke ibu yang jatuh keluar dari mobil"
Lalu Salsa bertanya lagi; "Kenapa kalau ada Caca, ayah gak pukul aja!:
Saya menjawab;
"Kalau ayah sendiri, ayah peringati, kalau dia gak tahu diri mungkin ayah pukul, kalau dia ajak berkelahi ayah hadapi. Tapi kalau nanti banyak supir angkot datang dan kerubutin ayah walaupun dia yang salah, ayah gak mungkin bisa menghadapi kalau sambil jaga Caca.
Kalaupun ayah harus kabur, susah kalau sambil gendong Caca."
Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan dialog saya dengan Salsa, tapi itu yang ada di kepala saya saat itu dan saya menahan diri karena saat itu saya memikirkan keselamatan Salsa,
bukan emosi saya saat itu.

Pernah juga saya naik taksi dan argonya argo kuda.
Saya yakin sang sipir main kotor dengan argonya.
Karena tahu akan ribut dengan sang supir sebab saya hanya mau membayar sesuai harga biasa dan mengabaikan argo, saya meminta taksi berhenti di tikungan dekat rumah bukan depan rumah. Kenapa?
Berjaga kalau akhirnya ribut berkepanjangan, sang supir tidak tahu rumah saya, jadi anak-anak terjaga. Untungnya saat itu sang supir malu hati karena ketahuan main curang.

Kalau Anda pesan taksi lewat telepon, dan supir menjemput Anda di rumah, sebaiknya berpikir panjang jika ingin komplain berat. Kenapa?
Bayangkan kalau Anda komplain berat dan sang supir akhirnya dipecat.
Ia punya waktu kosong karena nganggur, ia juga punya masalah keluarga karena tidak punya penghasilan, dan dia cuma ingat itu semua karena Anda yang melapor dan ia tahu rumah Anda.
Kalau sudah dipecat ia sudah tidak lagi terikat peraturan perusahaan dan jadi pribadi yang bebas termasuk menumpahkan dendam kepada yang melaporkan.

Intinya, jika ingin bertindak terutama berkaitan dengan konflik, pikirkan dampaknya bagi keselamatan Anda dan keluarga.
Ingat, kita tidak pernah tahu apa yang ada di hati orang.
Zamannya sudah makin gila.

Kelima:
Preventif maksimal (Pencegahan)
Untuk hal yang bersifat kriminalitas kita harus menerapkan prinsip Prepare for The Worse.
Saya teringat ketika nyambi bekerja di Jakarta Internasional School. Di sana setiap anak masuk mobil jembutan ada absennya, jika ada yang tidak jadi ikut ada juga laporannya. Jadi semua data terdata rapih, jadi sangat sulit ada peluang penculikan.
Itu namaya prapare for the worse.

Anda baru saja memecat supir pribadi yang tertangkap basah misalnya mencuri jam tangan.
Apa yang Anda katakan pada anak Anda yang masih kecil?
"Nak, Pak ini sudah tidak jadi supir kita. Jadi jangan mau ikut kalau dia jemput kamu di sekolah sekalipun dia bilang disuruh ayah atau bunda jemput kamu."
Anda baru memecat pegawai yang dekat tidak jujur dan kebetulan dekat dengan anak-anak.
"Nak, Pak ini sudah tidak bekerja dengan kita, jadi kalau dia ajak kamu kemana, harus konfirmasi dulu ke ayah atau bunda ya..."
Setidaknya Anda sudah berjaga-jaga.

Keenam
Jika Anda mempunyai pembantu, pastikan Anda memberi standar keamanan yang tinggi.
Misalnya;
"Mbak, saya tidak ada janji sama siapa-siapa jadi selama saya pergi jangan buka pintu untuk siapapun!!
"Kalau ada tamu yang datang, telepon saya dulu sebelum buka pintu, jangan pedulikan seberapa sering bel dipencet atau seberapa keras pintu diketuk!"


Ketujuh. Siapkan perangkat dukungan
Catat nomor kantor polisi terdekat. Jangan skeptis dengan service polisi, karena pada beberapa pengalaman, saya menemukan polisi cepat tanggap.
Pastikan punya nomor tetangga, karena pada keadaan genting di rumah ketika Anda di kejauhan, maka hanya tetangga yang bisa memberikan respon secara cepat.
Beri tahu juga nomor-nomor penting tersebut pada pasangan dan anak-anak.(Isa Alamsyah)
Sumber: http://www.isaalamsyah.com/2011/05/parenting-home-safety-menjaga-sikap.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ada udang di balik Sedekah itu Wajib

Dikisahkan Zaman Dahulu, Ada tiga orang pemuda yang sedang mengadakan perjalanan. Tiba-tiba mereka ditimpa oleh hujan, maka mereka berteduh di dalam sebuah gua. Celakanya tiba-tiba ada batu besar yang menggelinding menutupi gua tersebut, Maka salah satu mereka berkata kepada yang lain: "Demi Allah, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sifat IKHLAS kita, oleh karenanya, saya harap agar masing-masing kita berdoa kepada Allah dengan perantara amal sholeh yang kita kerjakan dengan penuh keikhlasan “.
Seorang dari mereka berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa dulu aku punya seorang pekerja yang bekerja padaku dengan imbalan 3 gantang padi. Tapi, tiba-tiba dia pergi dan tidak mengambil upahnya. Kemudian aku ambil padi tersebut lalu aku tanam dan dari hasilnya aku belikan seekor sapi. Suatu saat, dia datang kepadaku untuk menagih upahnya. Aku katakan padanya, 'Pergilah ke sapi-sapi itu dan bawalah dia'. Dia balik berkata, 'Upahku yang ada padamu hanyalah 3 gantang padi'. Maka aku jawab, 'Ambillah sapi-sapi itu, sebab sapi-sapi itu hasil dari padi yang tiga gantang dulu'. Akhirnya dia ambil juga. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku perbuat itu hanya karena mengharap ridhaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)." Tiba-tiba batu besar (yang menutupi gua itu) bergeser.
Seorang lagi berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai bapak-ibu yang sudah renta. Setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambingku. Suatu malam aku datang terlambat pada mereka. Aku datang kala mereka sudah tidur lelap. Saat itu, isteri dan anak-anakku berteriak kelaparan. Biasanya aku tidak memberi minum buat mereka sehingga kedua orang tuaku terlebih dahulu minum. Aku enggan membangunkan mereka, aku juga enggan meninggalkan mereka sementara mereka butuh minum susu tersebut. Maka, aku tunggu mereka (bangun) sampai fajar menyingsing. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa hal tersebut aku kerjakan hanya karena takut padaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini). Tiba-tiba batu besar itu bergeser lagi.
Yang lain lagi juga berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu aku mempunyai saudari sepupu (puteri paman), dia adalah wanita yang paling aku cintai. Aku selalu menggoda dan membujuknya (berbuat zina) tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memberinya (pinjaman) 100 dinar. (Jelasnya), dia memohon uang pinjaman dariku (karena dia sangat membutuhkan dan terpaksa), maka (aku jadikan hal itu sebagai jalan untuk mendapatkan kehormatannya). Maka aku datang kepadanya membawa uang tersebut lalu aku berikan kepadanya, akhirnya dia pun memberiku kesempatan untuk menjamah dirinya. Ketika aku duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, 'Bertakwalah engkau kepada Allah, janganlah engkau merusak cincin kecuali dengan haknya'. Maka dengan segera aku berdiri dan keluar meninggalkan uang 100 dinar itu (untuknya). Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku kerjakan itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)". Tiba-tiba bergeserlah batu itu sekali lagi, dan Allah pun mengeluarkan mereka . (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Sedekah memang harus ikhlash, tapi sebenarnya untuk ikhlash itu tidak rumit, gimana sih ikhlas dalam sedekah itu ? selama kita mengharap imbalan atau balasan hanya dari Allah SWT saja, ya itulah ikhlas. Tidak mengharap imbalan dalam bentuk apapun dari orang atau lembaga yang kita sedekahin, kalo minta didoakan ? ya boleh-boleh saja, kan berdoanya juga kepada Allah, yang membalas juga Allah.
Jadi kalo sedekah lalu kita minta macem-macem sama Allah itu boleh bahkan wajib, lho kok wajib ? lha iya, kalo gak minta sama Allah lalu minta sama siapa ? lho sedekah kok minta balasan ? orang gak sedekah saja boleh meminta apalagi sudah sering sedekah ya sangat-sangat boleh meminta.
Meminta dan berharap kepada Allah itu kata lainnya adalah berdo’a, masa berdo’a dilarang ? berdo’a itu wajib, lho kok wajib ! ya kalo orang gak pernah berdo’a,gak pernah meminta dan gak pernah berharap sama Allah SWT, berarti dia gak butuh dong sama Allah, Nabi dan Rosul saja berdo’a dan meminta sama Allah, masa kita ‘gak ?
Cuma seringkali orang berdebat soal ikhlas tidak ikhlas, sampai-sampai gak jadi ibadah gak jadi sedekah, dalihnya “ daripada tidak ikhlas, kan sia-sia nanti “. Padahal sebenarnya selama masih ada iman di dada kita, amal apapun yang kita perbuat pasti unsur ikhlas itu otomatis menyertainya. Apa sih yang diharapkan dari orang beriman ketika beramal ? kan Cuma balasan dari Allah saja tho ? nah semudah itulah ikhlash.
Dalam hal sedekah, sebenarnya perdebatan soal ikhlas itu hanya berlaku bagi para pemula saja, bagi para ahli sedekah ikhlas itu sudah otomatis, para ahli sedekah sudah berusaha naik ke tingkatan berikutnya : seberapa sering dan seberapa banyak karena mereka sudah menikmati dahsyatnya sedekah.
Suatu hari ada seorang peminta-minta datang kepada orang yang suka berdebat tentang ikhlas…….
“ pak, tolong mohon sedekahnya, saya kelaparan “
“ ntar deh, sekarang hati saya belum ikhlas “
“ Waduh, tolonglah pak, saya sudah hampir sekarat nih !”
“ yah, gimana lagi, hati saya belum ikhlas, ntar sedekah saya jadi sia-sia dong ! “
Beginilah orang yang suka debat dalil soal ikhlas, nunggu lebaran monyet dulu gak action-action. Celakanya kalo si pengemis keburu mati lalu orang tadi juga mendadak mati sebelum sempat ibadah, belum sempat sedekah, nah lho gimana tuh.
Sahabat, Seperti Kisah dalam hadits diatas, betapa sedekah itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggerakkan Tangan Allah membantu kita yang sedang terbelenggu dalam masalah yang sangat berat yang tidak mampu kita selesaikan dengan tenaga dan fikiran kita. So…. Tetaplah selalu bersedekah walau hanya baru bisa dari yang tersisa bersama Rumah Yatim Indonesia. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Khilaf, Benci, dan Cinta

Seorang kawan, dalam doa dan salamnya
Di berlalunya seperempat abad usiaku
kembali mengenangkanku sebuah kaidah
"Bencilah kesalahannya,
Tapi jangan kau benci orangnya."

Betulkah aku sudah mampu begitu
Pada saudaraku, pada keluargaku
Pada para kekasih yang kucinta?
Saat mereka terkhilaf dan disergap malu
Betulkah kemaafanku telah tertakdir
Mengiringi takdir kesalahan mereka?

Tapi itulah yang sednag kupanjatkan
Dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya

karena aku tahu, bahwa terhadap satu orang
Aku selalu mampu membenci luputnya
Tapi tetap cinta dan sayang pada pelakunya
Itulah sikapku selalu, pada diriku sendiri

Kucoba cerap lagi kekata Asy Syafi'i
"Aku mencintai orangg-orang shalih"
Begitu katanya, diiringi titik air mata
"Meski aku bukanlah bagian dari mereka
Dan aku membenci para pamaksiatNya
Meski aku tak berbeda dengan mereka
 

Ya..mungkin dia benar

Tapi dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya
Aku ingin meloncat ke hakikat yang lebih tinggi

Karena tiap orang beriman tetaplah rembulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ditampakkannya pada siapapun
maka cukuplah bagiku
memandang sang bulan
Pada sisi cantik yang menghadap ke bumi

Tentu, tanpa kehilangan semangat
Untuk selalu berbagi dan sesekali merasai
gelapnya sesal dan hangatnya nasehat
sebagaimana sang rembulan
yang kadang harus menggerhanai matahari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kita, Prasangka, Mereka

Kita hidup du tengah-tengah khalayak
Yang selalu berbaik sangka...

Alangkah berbahanya
terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
Atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasnagka itu

Tapi keinsyafan membuatkadang terfikir
Bersediakah mereka tetap jadi saudara
Saat tahu kita yang sebenarnya
Kadang tersa, bersediakah dia menjadi sahabat
Saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
Dan..bersediakah dia tetap mendampingi kita dalam dekapan ukhuwah
Ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
Dia percaya, karena dia dikenal
Sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya
Sementara kita dipercaya, justru karena
Mereka semua tidak mengenal kita....

Yang ada hanya baik sangka....
Maka mari kita hargai dan kaga semua baik sangka itu
Dengan berbuat sebaik-baiknya
Atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan Abu bakar
Lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

"Ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
Dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu..."
Atau do'a seorang tabi'in yang mulia;
" ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
Sebagai seburuk-buruk makhluk
Dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
Dan dalam pandangan-Mu sebagai yang palingmulia

(Salim A. Fillah)

















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pernah Ada Masa-Masa

Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
Kita lekat bagai api dan kayu
Bersama menyala, slaing menghangatkan rasanya
Hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
Tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
Kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
Merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
Dan melukis pelangi
Namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

Di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
Mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
Bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
Saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
Pada akhlak yang manis, lembut dan wangi
Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya



(Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kubaca firman Persaudaraan

Ketika kubaca firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan
Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman

Aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang
Dalam dua detik, dua detik saja
Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
Itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah bermufakat
Meski lisan belum saling sebut nama dan tangan belum berjabat

Ya, kubaca lagi firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping

Kubaca firman persaudaraan ukhti sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan:
"Para kekasih di hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain..
Kecuali orang-orang yangb bertaqwa"


(Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS