Buku ini keren abis!!!sangat inspiratif dan sangat memotivasi pembacanya. Wajib dibaca bagi siapa saja yang punya keinginan belajar ‘n dapat beasiswa ke Jepang. Buku setebal 245 halaman yang diterbitkan oleh “Aku Cinta Indonesia Publishing” ini memuat berbagai kisah mereka yang menerima beasiswa dan tanpa beasiswa untuk studi ke Jepang. Masing-masing penulis menuturkan lika-liku perjuangannya, kiat dan trik sukses mereka dalam memburu kesempatan studi. Selain berbagi pengalaman, buku ini juga memuat bahasan khusus mengenai berbagai hal penting bila sekolah ke Jepang, kiat melamar beasiswa, berbagai beasiswa untuk studi ke Jepang, berbagai program studi, informasi biaya hidup dan studi. Aku jadi tahu ternyata banyak banget kesempatan untuk mendapatkan beasiswa yang ada di Jepang.
Alhamdulillah, aku bersyukur banget bisa membaca buku yang kubeli langsung dari salah satu penulisnya (bu Juariah) ini. Waktu itu hari minggu, 18 April 2010 aku bersama dua orang temanku datang ke rumahnya bu Juariah untuk menghadiri suatu acara. Waktu aku mau pamit, aku sempatkan menanyakan pada bu Juariah tentang beasiswa ke Jepang untuk lulusan SMA. Ternyata yang kudapatkan lebih dari itu. Bu Juariah menawariku buku ini. Setelah diambilkan beliau, aku baca sekilas tulisan yang ada di cover-nya . Setelah sempat bingung membeli buku ini atau buku yang satunya (Indahnya pernikahan tanpa pacaran) akhirnya ku putuskan untuk membelinya. Dua hari ku selesai baca buku ini. Butiran air mata pun sempat menetes karena haru menyimak perjuangan beberapa penulisnya dalam mendapatkan beasiswa dan studi di Jepang. Apalagi saat membaca cerita M. Asri yang waktu SMA harus ditinggal ayahnya menghadap Sang Khaliq dan usaha-usahanya untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi hingga mendapatkan beasiswa S1 ke jepang. Satu cerita lainnya yang sangat membuatku terharu adalah perjuangan Titin Fatimah yang kuliah di Jepang tanpa beasiswa bersama sang suami, perjuangannya mendaki bukit menuju tempat kuliah yang saat itu beliau sedang hamil.Dan ternyata walau awalnya kuliah tanpa beasiswa, beliau bisa mendapatkan berbagai beasiswa juga selama kuliah. Pokoknya seru banget perjuanganorang-orang keren ini.
Saat membaca buku ini sempat ada rasa sesal yang hadir (untung sebentar saja dan ia pun segera pergi, karena kita kan tak boleh menyesali apa yang sudah ditakdirkan oleh Allah). Dalam batinku bertanya mengapa waktu SMA dan kuliah dulu aku ga tahu tentang beasiswa-beasiswa ini ya?, waktu kuliah yang ku tahu cuma beasiswa monbukagakusho. Tapi waktu itu pun belum terfikir dibenakku untuk melanjutkan studi ke negeri seribu gempa ini. Tapi setelah aku mengenal beberapa teman yang pinter bahasa jepang, dua doktor di tempat kerjaku yang lulusan jepang (S1-S3), beberapa ummahat dengan cerita-cerita beliau yang sempat studi dan tinggal di Jepang dan membaca buku ini, aku pingin banget bisa belajar dan tinggal di negeri sakura itu. Walau tidak studi S2, aku berharap bisa dapat beasiswa “teacher training” dari monbukagakusho (secara, aku pingin banget ngajar di sekolah, semoga segera terwujud cita yang satu ini). Perlu waktu enam sampai tujuh tahun lagi untuk ku bisa mewujudkannya karena beasiswa ini diperuntukkan untuk guru yang sudah mengajar lebih dari lima tahun. Rasanya lama sekali menunggu enam sampai tujuh tahun. Tapi tak apalah, semuanya memang butuh waktu. Dan dalam kurun waktu itu semoga aku sudah bisa bahasa jepang (ngomong ’n nulis huruf2 kanji yang sangat rumit menurutku) yang wajib dikuasai jika ingin tinggal disana. Tapi aku berharap semoga bisa ke sana lebih cepat dan dengan cara yang lebih indah. Emang cara apa ulfah?? Mungkin dengan cara yang sempat kusarankan ke teman-temanku waktu kami mengobrol tentang kuliah ke luar negeri. Ide gokil, kata teman-temanku. Apapun itu semoga bisa terwujud. Amin.
Barusan saya membuka milist groups yang saya ikuti. Ada artikel bagus yang ditulis oleh seorang kawan yang paling sering memposting tulisan2nya di milist kami. Sebuah nasehat yang mengajari kita tentang keberanian untuk memperjuangkan hidup. Langsung saja ya simak paparannya berikut ini.

Mungkin sering kita mendengar berita pelajar ditemukan meninggal mengakhiri hidupnya setelah gagal lulus UAN. Atau ada anak sekolah yang nekat gantung diri karena dicela temannya, atau belum bayar spp, dan banyak lagi karena putus dengan pacarnya. Sungguh menyedihkan akhir hidup mereka yang kebanyakan masih muda. Begitu rapuh motivasi hidupnya. Tampaknya tugas Para Motivator sekarang ini semakin menantang saja.

Di sisi lain ibukota, sekelompok supporter bola berkelahi lantaran tidak terima timnya dikatakan "cemen". Dengan gagah berani,kelompok itu maju berkelahi tidak memperdulikan kematian sangat dekat diri mereka. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah pemberani karena mereka tak takut mati.

Fenomena Berani Mati saat ini disalahkaprahkan sebagai sensasi seorang Pemberani. Namun apakah benar Pemberani itu adalah yang berani mati?

Justru bukan.
Bahkan seorang Pahlawan sekalipun mereka berperang bukan sekedar mencari kematian semata. Melainkan Kesyahidan dimana dalam kesyahidan merekapun mencari kehidupan. Bahkan kehidupan setelah kematian yang mereka percayai. Bahwa mati di medan perang mendapatkan ganjaran sebuah kehidupan abadi nantinya di surga

"Bukanlah Sang Pemberani yang berani MATI, justru Pemberani adalah mereka Yang Berani HIDUP dengan segala keterbatasan yang mereka miliki." Demikian guru saya pernah memberi nasehat sederhana.

Banyak orang yang gagal kemudian dengan cepat memutuskan bunuh diri. Karena mereka merasa bahwa hidup mereka telah terbatas, Mereka seolah tak memiliki harapan kehidupan. Padahal seandainya mereka mengetahui Harapan itu masih ada.Dan selalu ada

Saya teringat dengan sebuah kisah di buku "How to stop worrying and start Living" karya Dale Carnegie. Di buku itu dikisahkan tentang Earl P Haney yang memilih untuk tetap hidup walaupun dokter telah mencap hidupnya takkan lama lagi.

"Di tahun 1920-an, saya sedih ketika usus saya dimakan borok. Pada suatu malam saya mengalami pendarahan hebat. Saya segera diangkut ke rumah sakit yang bekerjasama dengan Sekolah kedokteran Northwestern University di Chicago, Berat badan saya turun dari 175 pon menjadi 90pon saja.

Sakit saya parah sekali sampai mengangkat tangan pun tidak diperkenankan. Saya dirawat oleh ketiga dokter kenamaan dan ketiganya mengatakan bahwa saya sudah tidak punya harapan. Hidup saya hanya dari tepung alkalin dan satu sendok makan susu dicampur krim yang saya minum tiap satu jam. Dan tiap pagi dan malam ada perawat yang memasukkan selang ke perut saya untuk memompa isinya keluar.


"Hal itu berlangsung lama hingga berbulan-bulan sampai saya memutuskan bahwa saya menerima keadaan ini. Dan saya berkata kepada diri saya sendiri,"Ketika maut sudah tidak dapat dielakkan maka lebih baik saya manfaatkan waktu yang sisa sedikit. Sewaktu muda saya pernah bermimpi untuk mengarungisamudra dan keliling dunia"

"Ketika saya menyampaikan maksud saya keliling dunia dan memompakan sendiri isi perut dua kali sehari,para dokter terkejut bukan main. Mereka mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena saya pasti akan mati di tengah lautan. Saya mengatakan kepada para dokter bahwa jika saya mati saya mau dikubur di makam keluarga Nebraska"

"Akhirnya saya menyiapkan peti mayat dan membawanya ke kapal. Saya menceritakan kepada kapten kapal,kalaupun saya meninggal tolong masukkan saya ke dalam peti dan masukkan ke lemari pendingindan disimpan sampai kapal pulang kembali."

"Pada saat saya naik kapal api dari President Adams di Los Angeles dan menuju ke Timur saya merasa lebih sehat. Perlahan saya meninggalkan makan tepung alkalin dan tidak lagi memompa makanan saya. Saya bahkan sudah mulai makan adonan,dan beberapa minggu kemudian malahan saya sudah bisa menggunakan cerutu yang saya tahu itu bisa membunuh diri saya. Saya menikmati kebahagiaan melebihi tahun-tahun sebelumnya"

"Saya bermain di atas geladak bernyanyi. Mengarungi cina dan india , saya jadi memahami kesejahteraan di negara saya bagaikan firdaus. kemudian saya buang rasa sedih dan akhirnya saya merasa lebih enak. Kembali ke Amerika berat badan saya bertambah sembilan puluh pon dan saya hampir lupa bahwa saya pernah memiliki borok usus yang merenggut nyawa saya.Hidup saya lebih berharga."

Earl P Haney telah membuktikan kepada kita semua bahwa ketika dia berani untuk hidup dan tidak berpasrah kepada kematian maka dia bisa menikmati hidup yang ia miliki. Dia patut dianggap Pemberani karena dia berani hidup dalam kehidupannya dengan segala keterbatasan yang ia miliki.

Begitu pula dengan kita, sahabat mulia. Kita akan dikatakan pemberani ketika kita tetap tegar menikmati hidup ini. Mungkin hidup tak selamanya indah, namun dengan keberanian kita bisa merasakan indahnya hidup walau ditengah ujian yang melanda.

Mari kita Tetap Semangat dan Tersenyum menatap hari demi hari dalam kehidupan kita, semoga dengannya Alloh memberikan kekuatan dan kebarokahan dalam hidup ini.

Buku keren : “Rahasia Melanjutkan Studi dan Mendapatkan Beasiswa ke Jepang”

Buku ini keren abis!!!sangat inspiratif dan sangat memotivasi pembacanya. Wajib dibaca bagi siapa saja yang punya keinginan belajar ‘n dapat beasiswa ke Jepang. Buku setebal 245 halaman yang diterbitkan oleh “Aku Cinta Indonesia Publishing” ini memuat berbagai kisah mereka yang menerima beasiswa dan tanpa beasiswa untuk studi ke Jepang. Masing-masing penulis menuturkan lika-liku perjuangannya, kiat dan trik sukses mereka dalam memburu kesempatan studi. Selain berbagi pengalaman, buku ini juga memuat bahasan khusus mengenai berbagai hal penting bila sekolah ke Jepang, kiat melamar beasiswa, berbagai beasiswa untuk studi ke Jepang, berbagai program studi, informasi biaya hidup dan studi. Aku jadi tahu ternyata banyak banget kesempatan untuk mendapatkan beasiswa yang ada di Jepang.
Alhamdulillah, aku bersyukur banget bisa membaca buku yang kubeli langsung dari salah satu penulisnya (bu Juariah) ini. Waktu itu hari minggu, 18 April 2010 aku bersama dua orang temanku datang ke rumahnya bu Juariah untuk menghadiri suatu acara. Waktu aku mau pamit, aku sempatkan menanyakan pada bu Juariah tentang beasiswa ke Jepang untuk lulusan SMA. Ternyata yang kudapatkan lebih dari itu. Bu Juariah menawariku buku ini. Setelah diambilkan beliau, aku baca sekilas tulisan yang ada di cover-nya . Setelah sempat bingung membeli buku ini atau buku yang satunya (Indahnya pernikahan tanpa pacaran) akhirnya ku putuskan untuk membelinya. Dua hari ku selesai baca buku ini. Butiran air mata pun sempat menetes karena haru menyimak perjuangan beberapa penulisnya dalam mendapatkan beasiswa dan studi di Jepang. Apalagi saat membaca cerita M. Asri yang waktu SMA harus ditinggal ayahnya menghadap Sang Khaliq dan usaha-usahanya untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi hingga mendapatkan beasiswa S1 ke jepang. Satu cerita lainnya yang sangat membuatku terharu adalah perjuangan Titin Fatimah yang kuliah di Jepang tanpa beasiswa bersama sang suami, perjuangannya mendaki bukit menuju tempat kuliah yang saat itu beliau sedang hamil.Dan ternyata walau awalnya kuliah tanpa beasiswa, beliau bisa mendapatkan berbagai beasiswa juga selama kuliah. Pokoknya seru banget perjuanganorang-orang keren ini.
Saat membaca buku ini sempat ada rasa sesal yang hadir (untung sebentar saja dan ia pun segera pergi, karena kita kan tak boleh menyesali apa yang sudah ditakdirkan oleh Allah). Dalam batinku bertanya mengapa waktu SMA dan kuliah dulu aku ga tahu tentang beasiswa-beasiswa ini ya?, waktu kuliah yang ku tahu cuma beasiswa monbukagakusho. Tapi waktu itu pun belum terfikir dibenakku untuk melanjutkan studi ke negeri seribu gempa ini. Tapi setelah aku mengenal beberapa teman yang pinter bahasa jepang, dua doktor di tempat kerjaku yang lulusan jepang (S1-S3), beberapa ummahat dengan cerita-cerita beliau yang sempat studi dan tinggal di Jepang dan membaca buku ini, aku pingin banget bisa belajar dan tinggal di negeri sakura itu. Walau tidak studi S2, aku berharap bisa dapat beasiswa “teacher training” dari monbukagakusho (secara, aku pingin banget ngajar di sekolah, semoga segera terwujud cita yang satu ini). Perlu waktu enam sampai tujuh tahun lagi untuk ku bisa mewujudkannya karena beasiswa ini diperuntukkan untuk guru yang sudah mengajar lebih dari lima tahun. Rasanya lama sekali menunggu enam sampai tujuh tahun. Tapi tak apalah, semuanya memang butuh waktu. Dan dalam kurun waktu itu semoga aku sudah bisa bahasa jepang (ngomong ’n nulis huruf2 kanji yang sangat rumit menurutku) yang wajib dikuasai jika ingin tinggal disana. Tapi aku berharap semoga bisa ke sana lebih cepat dan dengan cara yang lebih indah. Emang cara apa ulfah?? Mungkin dengan cara yang sempat kusarankan ke teman-temanku waktu kami mengobrol tentang kuliah ke luar negeri. Ide gokil, kata teman-temanku. Apapun itu semoga bisa terwujud. Amin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Seorang Pemberani itu berani mati atau berani hidup???

Barusan saya membuka milist groups yang saya ikuti. Ada artikel bagus yang ditulis oleh seorang kawan yang paling sering memposting tulisan2nya di milist kami. Sebuah nasehat yang mengajari kita tentang keberanian untuk memperjuangkan hidup. Langsung saja ya simak paparannya berikut ini.

Mungkin sering kita mendengar berita pelajar ditemukan meninggal mengakhiri hidupnya setelah gagal lulus UAN. Atau ada anak sekolah yang nekat gantung diri karena dicela temannya, atau belum bayar spp, dan banyak lagi karena putus dengan pacarnya. Sungguh menyedihkan akhir hidup mereka yang kebanyakan masih muda. Begitu rapuh motivasi hidupnya. Tampaknya tugas Para Motivator sekarang ini semakin menantang saja.

Di sisi lain ibukota, sekelompok supporter bola berkelahi lantaran tidak terima timnya dikatakan "cemen". Dengan gagah berani,kelompok itu maju berkelahi tidak memperdulikan kematian sangat dekat diri mereka. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah pemberani karena mereka tak takut mati.

Fenomena Berani Mati saat ini disalahkaprahkan sebagai sensasi seorang Pemberani. Namun apakah benar Pemberani itu adalah yang berani mati?

Justru bukan.
Bahkan seorang Pahlawan sekalipun mereka berperang bukan sekedar mencari kematian semata. Melainkan Kesyahidan dimana dalam kesyahidan merekapun mencari kehidupan. Bahkan kehidupan setelah kematian yang mereka percayai. Bahwa mati di medan perang mendapatkan ganjaran sebuah kehidupan abadi nantinya di surga

"Bukanlah Sang Pemberani yang berani MATI, justru Pemberani adalah mereka Yang Berani HIDUP dengan segala keterbatasan yang mereka miliki." Demikian guru saya pernah memberi nasehat sederhana.

Banyak orang yang gagal kemudian dengan cepat memutuskan bunuh diri. Karena mereka merasa bahwa hidup mereka telah terbatas, Mereka seolah tak memiliki harapan kehidupan. Padahal seandainya mereka mengetahui Harapan itu masih ada.Dan selalu ada

Saya teringat dengan sebuah kisah di buku "How to stop worrying and start Living" karya Dale Carnegie. Di buku itu dikisahkan tentang Earl P Haney yang memilih untuk tetap hidup walaupun dokter telah mencap hidupnya takkan lama lagi.

"Di tahun 1920-an, saya sedih ketika usus saya dimakan borok. Pada suatu malam saya mengalami pendarahan hebat. Saya segera diangkut ke rumah sakit yang bekerjasama dengan Sekolah kedokteran Northwestern University di Chicago, Berat badan saya turun dari 175 pon menjadi 90pon saja.

Sakit saya parah sekali sampai mengangkat tangan pun tidak diperkenankan. Saya dirawat oleh ketiga dokter kenamaan dan ketiganya mengatakan bahwa saya sudah tidak punya harapan. Hidup saya hanya dari tepung alkalin dan satu sendok makan susu dicampur krim yang saya minum tiap satu jam. Dan tiap pagi dan malam ada perawat yang memasukkan selang ke perut saya untuk memompa isinya keluar.


"Hal itu berlangsung lama hingga berbulan-bulan sampai saya memutuskan bahwa saya menerima keadaan ini. Dan saya berkata kepada diri saya sendiri,"Ketika maut sudah tidak dapat dielakkan maka lebih baik saya manfaatkan waktu yang sisa sedikit. Sewaktu muda saya pernah bermimpi untuk mengarungisamudra dan keliling dunia"

"Ketika saya menyampaikan maksud saya keliling dunia dan memompakan sendiri isi perut dua kali sehari,para dokter terkejut bukan main. Mereka mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena saya pasti akan mati di tengah lautan. Saya mengatakan kepada para dokter bahwa jika saya mati saya mau dikubur di makam keluarga Nebraska"

"Akhirnya saya menyiapkan peti mayat dan membawanya ke kapal. Saya menceritakan kepada kapten kapal,kalaupun saya meninggal tolong masukkan saya ke dalam peti dan masukkan ke lemari pendingindan disimpan sampai kapal pulang kembali."

"Pada saat saya naik kapal api dari President Adams di Los Angeles dan menuju ke Timur saya merasa lebih sehat. Perlahan saya meninggalkan makan tepung alkalin dan tidak lagi memompa makanan saya. Saya bahkan sudah mulai makan adonan,dan beberapa minggu kemudian malahan saya sudah bisa menggunakan cerutu yang saya tahu itu bisa membunuh diri saya. Saya menikmati kebahagiaan melebihi tahun-tahun sebelumnya"

"Saya bermain di atas geladak bernyanyi. Mengarungi cina dan india , saya jadi memahami kesejahteraan di negara saya bagaikan firdaus. kemudian saya buang rasa sedih dan akhirnya saya merasa lebih enak. Kembali ke Amerika berat badan saya bertambah sembilan puluh pon dan saya hampir lupa bahwa saya pernah memiliki borok usus yang merenggut nyawa saya.Hidup saya lebih berharga."

Earl P Haney telah membuktikan kepada kita semua bahwa ketika dia berani untuk hidup dan tidak berpasrah kepada kematian maka dia bisa menikmati hidup yang ia miliki. Dia patut dianggap Pemberani karena dia berani hidup dalam kehidupannya dengan segala keterbatasan yang ia miliki.

Begitu pula dengan kita, sahabat mulia. Kita akan dikatakan pemberani ketika kita tetap tegar menikmati hidup ini. Mungkin hidup tak selamanya indah, namun dengan keberanian kita bisa merasakan indahnya hidup walau ditengah ujian yang melanda.

Mari kita Tetap Semangat dan Tersenyum menatap hari demi hari dalam kehidupan kita, semoga dengannya Alloh memberikan kekuatan dan kebarokahan dalam hidup ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS