Ku Mengharapkan Ramadhan
Kali ini Penuh Makna
Agar Dapat Kulalui
Dengan Sempurna

Selangkah Demi Selangkah
Setahun Sudah Pun Berlalu
Masa Yang Pantas Berlalu
Hingga Tak Terasa ku Berada
Di Bulan Ramadhan Semula

Puasa Satu Amalan
Sebagaimana Yang Diperintahnya
Moga Dapat ku Lenturkan
Nafsu Yang Selalu Membelenggu Diri
Tiada Henti-henti

Tak Ingin ku Biarkan Ramadhan Berlalu Saja
Tuhan Pimpinlah Daku Yang Lemah
Mengharungi Segalanya Dengan Sabar
Kita Memohon Pada Tuhan Diberikan Kekuatan
ku Merayu Pada Tuhan Diterima Amalan

Selangkah Demi Selangkah
Dengan Rahmatmu Oh Tuhanku
Ku Tempuh Jua

(harapan ramadhan-Raihan)

kawan, sebentar lagi (3 minggu lagi) kita akan kedatangan tamu agung, bulan yang selalu saya nanti-nantikan. dan kawan nanti-nantikan juga pastinya. Bulan mulia, di mana amal-amal kita akan dinilai berlipat ganda oleh Allah. Bulan di mana kita diberi kesempatan untuk berinvestasi sebesar-besarnya sebagai tabungan kita di akhirat kelak.So, kita semua pasti tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang hanya datang sekali setiap tahun ini. Ibarat sebuah perjalanan besar, kita pun selayaknya mempersiapkan bekal untuk menempuhnya agar kita bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Bekal apa saja sih yang perlu kita persiapkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan?

Ini nih beberapa bekal yang harus dipersiapkan untuk menyambut bulan Ramadhan.Ditulis oleh K.H. abdullah Gymnastiar atau yang biasa dipanggil Aa'Gym dan diringkas dari kolom Gatra.

1.Mulailah menjaga diri dari apapun yang Allah haramkan.

2.Usahakanlah untuk mulai puasa dari apa pun yang tidak disukai Allah. Allah
Maha Melihat perjuangan kita. Kita harus berupaya agar Allah Yang Maha
Menyaksikan benar-benar melihat diri kita menjadi orang yang bersiap-siap
menyambut jamuan Allah

3.Mulai saat ini, hindari telinga, mata, mulut kita dari sesuatu yang tidak
layak kita dengar, kita lihat dan kata-kata yang tidak berguna.

4.Mari kita siapkan rumah kita menjadi rumah yang penuh berkah di bulan
Ramadhan. Kita harus mulai melihat jika ada yang haram di rumah kita. Bukalah
lemari, kalau ada yang diragukan segera keluarkan. Lihatlah dapur kita, kalau
ada barang yang kita ragukan segera keluarkan. Jangan pernah kita jamu Allah
ketika pada diri kita melekat pakaian dan makanan yang haram. Bebaskan rumah
kita dari hal yang sia-sia. Siapa lagi yang kita cari keridhaannya selain Allah.
Senangkah bila rumah kita dipuji manusia tapi dibenci Allah?

5.Menjelang Ramadhan, dekatlkanlah segala sesuatu yang akan membuat kita akrab
dengan Allah. Selalu siapkan Al-Qur'an di tas, di meja kerja, dan di kamar tidur
agar kita bisa dengan mudah membacanya

6.Sediakan juga anggaran khusus untuk sedekah dan anggaran untuk berbuka bagi
orang lain. Satu butir kurma yang kita berikan untuk berbuka, pahalanya sama
dengan satu hari saum.

7.Mulai sekarang, sembari membersihkan rumah, bersihkan pula pikiran dan hati
kita dari pikiran negatif. Jangan pernah berpikir benci kepada seseorang karena
bisa mengotori hati kita. Mulai saat ini, jadilah orang yang pemaaf. Tidak ada
lagi pikiran-pikiran untuk membalas dendam.

8. Alangkah bagusnya pabila kita minta maaf kepada orangtua menjelang bulan
Ramadhan. Ziarah ke makam orang tua kita bagi yang sudah meninggal. Minta
ampunlah kalau kita belum sungguh-sungguh membahagiakan orang tua kita.
Suami-istri juga ada baiknya saling meminta maaf. Tidak ada salahnya minta maaf
kepada orang yang lebih muda dari kita, termasuk kepada adik dan anak-anak kita.
Juga yang mungkin tanpa kita sadari telah menzalimi pembantu, supir, tukang
kebun, atau bawahan kita, segeralah minta maaf. Minta maaflah dengan ikhlas,
sehingga kita akan lebih ringan memasuki Ramadhan.

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan
" (QS. Ali Imran : 133-134)

Kita tidak pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan kecuali di bulan Ramadhan
ini. Sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita, sungguh Allah menjanjikan
ampunan-Nya di bulan ini. Kalau kita merasa berat hidup karena lumuran dosa dan
maksiat, maka ketahuilah ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat daripada
dahsyatnya dosa-dosa kita.Kalau kita merasa gersang dan kering, maka Ramadhan
adalah sarana yang paling cepat untuk mendapatkan rahmat-Nya. Kalau kita dililit
utang piutang, maka Allah adalah Dzat Maha Kaya yang menjanjikan terkabulnya doa,
dilunasi-Nya apa yang kita butuhkan.

Karenanya sungguh sangat rugi andaikata kita tidak bergembira ria, tidak
bersemangat dalam menghadapi hidup ini. Ramadhan diawali dengan adzan
berkumandang, maka itulah saat syetan dibelenggu, dimulainya hitungan pahala
amal yang berbeda, dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka.
Maka sudah selayaknya kita harus sangat bersungguh-sungguh berharap agar Allah
menjamu kita dengan menyiapkan diri jadi orang yang layak dijamu oleh Allah.

Beberapa minggu yang lalu saya menginap di rumah teman yang ada di perumahan BATAN Indah. Sewaktu mau pulang ke kost, saya disodori beberapa buku olehnya. Karena memang sebelumnya saya bilang kalau ingin pinjam buku. Dari beberapa buku yang disodorkan pada saya, ada satu majalah, kalau tidak salah majalah tarbawi terbitan 2006. Majalah itu masih disimpan rapi oleh teman saya karena menurutnya majalah itu sangat berharga sekali. Setelah saya buka-buka majalah tersebut, saya menemukan tulisan yang sangat menarik di dalamnya. Kisah seorang ibu yang berhasil menciptakan 11 cahaya penerang di rumahnya. Beliau adalah ibu Hj Wirianingsih, wanita yang berhasil mendidik kesebelas anaknya menjadi hafiz dan hafizah. Pasti teman-teman sudah banyak yang tahu tentang beliau. Tapi tidak salahnya, sekarang kita simak kembali kisah beliau dalam mendidik anak-anak beliau hingga menjadi anak-anak yang begitu membanggakan kedua orang tua.
Ibu Wirianingsih menuturkan, untuk melahirkan para hafiz dibutuhkan komitmen dan keistiqamahan dalam mengajarkan Al Qur’an kepada anak dalam segenap aspek kehidupan. Alquran, bagi Wirianingsih dan keluarganya, adalah kunci meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan mendasari setiap gerak dan langkah pada ajaran mulia yang terkandung dalam Alquran, maka setiap umat akan sanggup menghadapi tantangan sekaligus menyelesaikan segala macam permasalahan.
Itulah prinsip dasar yang dipegang teguh pasangan Mutammimul ‘Ula – Wirianingsih dalam mendidik buah hatinya. Muslimah kelahiran Jakarta, 11 September 1962 itu, mengaku sedari kecil sudah sangat akrab dengan ayat-ayat Alquran. Ia lalu mengajarkan hal serupa kepada buah hatinya.


Wirianingsih mengenalkan Al Qur’an, sebagai pegangan hidup, kepada buah hatinya sejak dini. Menurutnya, pengenalan dan internalisasi nilai Al Qur’an memang harus diberikan kepada anak-anak, sejak masih kecil. Sebab dengan membiasakan anak-anak berinteraksi dengan Kitab Suci, akan menumbuhkan kecintaan terhadap Alquran hingga mereka menginjak dewasa.
Bersama sang suami, Mutammimul ‘Ula, mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wirianingsih merajut kerja sama untuk menumbuhkan jiwa Alquran kepada putra putri mereka. Pasangan ini berikhtiar untuk memberikan pola pendidikan terbaik demi mencapai hasil yang terbaik pula.
Wirianingsih bersyukur memiliki pendamping yang benar-benar memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak. Sang suami, misalnya, sudah menanamkan kebiasaan kepada seluruh anggota keluarga untuk beri’tikaf di masjid setiap tiba bulan Ramadhan.
Adalah sebuah karunia Allah SWT pada suatu malam di sebuah masjid, keluarga ini mendengarkan seorang hafiz sedang melantunkan hafalannya. Momen itulah yang semakin menguatkan niat pasangan ini untuk dapat mencetak putra-putrinya menjadi para hafiz Alquran.
Wirianingsih mengungkapkan, selama tujuh tahun pertama setelah menikah, mereka tidak memiliki televisi. Kondisi ini bukan dianggap sebagai kekurangan, justru memberikan kesempatan agar anak-anak bisa fokus mempelajari Al Qur’an.
Saat anak keduanya lahir, dia memperdengarkan muratal Alquran kepada anaknya tersebut. Dan tanpa disangka, suatu ketika, dirinya mendengar anaknya itu mengucapkan potongan surat al Baqarah yang biasa dibacanya.
‘’Subhanallah, ternyata anak saya mampu merekam apa yang saya perdengarkan kepadanya,’’ papar Wirianingsih mengenang. Hal itu semakin membuatnya kian bersemangat untuk mendidiknya buah hatinya menjadi penghafal Alquran. Dalam waktu singkat, sang anak sudah menguasai qiraat jilid lima.
Beberapa metode pengajaran Alquran mereka terapkan. Antara lain, pengajian rutin Alquran seusai Maghrib, membiasakan shalat Subuh di masjid yang dilanjutkan dengan aktivitas hafalan Al Qur’an, membiasakan membaca buku, serta berbagai kegiatan lainnya.
Selain mendapatkan pendidikan langsung dari kedua orangtua, anak-anak juga menimba pendidikan di pesantren hafiz. Sehingga tidaklah mengherankan, jika dalam waktu tidak terlalu lama, mereka sudah mampu menghafal Alquran.
Putra pertama, Afzalur Rachman (24), sudah hafiz Alquran sejak usia 13 tahun. Putra keduanya, Faris Jihady Hanifa (23) sudah hafal Alquran diusia 10 tahun. Putri ketiga bernama Maryam Qonitat, telah hafal Alquran saat berusia 16 tahun. Adapun adik-adik mereka yakni Scientia Afifah, Ahmad Rosikh Ilmi, Ismail Ghulam Halim, Yusuf Zaim Hakim, Muh Saihul Basyir, Hadi Sabila Rosyad, dan Himmaty Muyassarah, memiliki tingkat hafalan berbeda-beda.
Menurut Wirianingsih, menghafal Alquran akan memiliki banyak manfaat bagi sang anak. ”Insya Allah anak-anak memiliki akhlakul karimah dan ketegasan sikap untuk membendung setiap pengaruh negatif yang marak di tengah masyarakat. Alquran mampu membentengi jiwa mereka agar tetap menjadi umat yang beriman,’’ tutur beliau.
Terkait kehidupan keluarga, sambung beliau, sangatlah penting antara suami dan istri untuk saling mendukung dan melengkapi. Masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab yang berkaitan. Beliau pun menyayangkan jika masih ada anggapan bahwa hanya istri yang bertanggung jawab mendidik anak, sementara suami mencari nafkah saja.
‘’Itu tidak tepat. Perlu ditekankan keberhasilan pendidikan anak merupakan hasil integrasi dan kerjasama yang baik dari suami dan istri, bahkan kalau kita baca lagi literatur-literatur agama, justru porsi terbesar mendidik anak ada pada ayah,’’ kata beliau lagi.
Dalam pandangan beliau, anak adalah masa depan keluarga dan bangsa. Maka itu, maju mundurnya peradaban sebuah bangsa sangat tergantung dari cara dan pola pendidikan yang diberikan kepada anak-anak. Karena itulah, keluarga memiliki peran yang sangat besar, tutur beliau.
Selain berhasil mendidik putra-putrinya menjadi penghafal Alquran, Muslimah yang telah aktif berorganisasi sejak di bangku kuliah itu, memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Kiprahnya membentuk PP Salimah serta Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, merupakan salah satu bentuk kepeduliannya untuk membangun bangsa dan agama.
‘’Untuk memperbaiki kondisi bangsa, kita harus benahi di tingkat keluarga terlebih dahulu. Kita harus menjaga ketahanan keluarga berdasarkan nilai-nilai Al Qur’an,’’ tegas ustazah yang biasa berceramah hingga ke mancanegara itu.

Disarikan dari berbagai sumber.

Subhanallah....Sugoi desu ne.Amazing! Membaca profil beliau membuat semangat saya untuk menghafal Al Qur’an melejit. Karena kalau kita ingin punya anak yang hafal Al Qurán kita pun harus hafal bukan? Anak kan meng-copy paste apa yang ada pada orang tuanya. Dan ajakan terbaik adalah berupa keteladanan. Walaupun mungkin agak susah kalau baru menghafal Al Qurán saat kita dewasa karena sudah banyak hal yang memenuhi otak kita. Apa lagi kalau sudah jadi ibu RT (Ibu rumah tangga), sudah pusing mikirin belanja, beres2 rumah, ngurus anak, ngurus suami, de el el. But that is not a problem. So kawan, persiapkan diri mulai sekarang untuk menjadi a wonderful mother, mendidik generasi Qur'ani yang kan menegakkan kalimat La Ilaha Illallah di muka bumi ini.Generasi yang akan mengembalikan keindahan citra islam yang telah tercoreng oleh ulah sebagian penganutnya yang sudah tidak lagi mengikuti tuntunannya.


pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”.

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.

Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.

Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda”.

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang…
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang…


Sumber: http://www.yauhui.net/pecundang-vs-pemenang/

Mintalah Firdaus yang paling tinggi!!!
-Rasulullah, Shallallaahu ‘Alaihi wa sallam-

Jika hidup adalah sebuah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik di ujung kanan. Kematian. Di sanalah harus dicitakan sebuah akhir yang setinggi-tingginya. Apapun yang kau minta, mintalah pada Allah yang tertinggi. Surga pun bertingkatan. Maka mintalah yang paling tinggi. Firdaus. Maka dalam hal mati, ambil pilihan yang tertinggi untuk menjadi cita dan rencana. Syahid. Ah...Betapa indah dan menggetarkannya satu kata ini.
Di dalam perjalanan kita meniti hidup, terkadang kita didera rasa ragu dan bimbang tentang sang cita tinggi. Jika ’Abdullah ibn Rawahah bimbang karena menyangkut pasukan yang dipimpinnya, kita kadang bimbang oleh alasan yang lebih mendasar, pantaskah kita meraihnya?

Seorang kawan pernah berucap, ”Ya. Cita kita memang syahid akhi...Tetapi inilah yang kukhawatirkan, maksiat. Kenaksiatan yang kulakukan tentu telah menjauhkanku darinya. Bila selangkah aku durhaka pada Allah, rasanya aku terlempar jauh dari dakian tangga menujunya. Cita syahid itu begitu tinggi, semakin kita bermaksiat pada Allah, dia jadi semakin tinggi. Tak tergapai.”
”Betul akhi”, jawab saya. ”Tapi sebenarnya bukan ia yang semakin tinggi. Kitalah yang terjerembab ke dalam lubang berlumpur yang kita gali sendiri. Maksiat itu. Saat itulah kita yang tersuruk jadi makin jauh dari cita yang tinggi.”
Bagaimana agar kita merasa pantas kembali? ’Abdullah ibn Rawahah mengajari kita untuk mengulang-ulang cita tinggi itu dala ucapan, terutama pada diri sendiri. Agar apa? Agar sang jiwa ingat dan tidak lupa. Agar ia terteguhkan menjadi yakin kembali. Agar ia menjadi sebuah doa yang makhluk-makhluk mulia mengaminkannya. Panggillah selalu yang masih terasa tak tergapai, agar ia mendekat. Teringat saya akan sebuah ayat yang selalu memberi harap.
” Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya.”(Q.S. Al Ahzaab[33]:23)
Namun sering kali cita untuk meraih syahid beresiko berubah menjadi hawa nafsu. Maka berhati-hatilah saudaraku. Ketika citamu tinggi, angin akan lebih dingin, menusuk-nusuk tulang, membekukan darah, lalu berbisik padamu dalam hipotermia yang tak tertolong, ”Cukup. Pahalamu sudah banyak.”
Itu di antara yang disadari oleh Khalid ibn Al- Walid, pedang Allah yang senantiasa terhunus. Maka ketika ia dipecat oleh ’Umar dari jabatann panglima, kata-katanya begitu indah, ”Semoga Allah merahmati ’Umar yang telah membebaskanku dari beban ini. Ketika masih menjadi panglima, aku tak hanya memikirkan diriku, tetapi juga pasukanku. Ini membuatku harus memilih untuk selalu tetap hidup dan meraih kemenangan bagi agama Allah. Kini aku adalah prajurit biasa. Aku bebas meraih cita-citaku untuk syahid!”
Maka dialah Khalid, yang tiap melewati gunung dan lembah selalu memikirkan strategi pertempuran apa yang akan dipakainya beserta segala kemungkinan lain. Maka dialah Khalid, yang 13 kali berganti pedang karena patah dalam Perang Mu’tah saking dasyatnya ia memimpin 3000 pasukannya melawan 200.000 legiun Romawi. Maka dialah Khalid yang kudanya membelah barisan musuh untuk memberi jalan pasukannya, lalu menukar-nukar posisi prajurit agar musuh mengira pasukannya mendapat bala bantuan baru. Dan dialah Khalid yang cita-citanya tetaplah syahid. Ia tak terbawa nafsu untuk tergesa meraihnya ketika dia masih harus bertanggungjawab bukan hanya sebagai pribadi, tapi sebagai panglima. Dan Khalid pun mendapatkan syahidnya meski dia wafat di atas tempat tidur.
Subhanallah...Kehidupan para sahabat Rasul selalu memukau kita. Dan Hasan Ismail Al Hudhaibi, Mursyid ’Aam kedua Al Ikhwan Al Muslimin begitu menghayati indahnya kesabaran dalam nada yang sama. Kesabaran untuk tidak terburu nafsu. Ketika Gamal ’Abdel Nasser akhirnya mrngkudeta presiden Muhammad Naguib, Al Hudhaibi dan hampir sejuta kader organisasi da’wah yang dipimpinnya boyongan memenuhi penjara-penjara Mesir. Berbagai siksaan yang mengerikan menjadi menu harian mereka. Bayangkan sejenak algojo pencambuk yang sampai kelelahan mencambuk, kuku dan bulu yang dicopoti satu-satu, kursi listrik, rendaman air beku, hingga anjing-anjing ganas yang berhari-hari tidak diberi makan.
Di tengah derita mendera bertubu itu, suatu hari beberapa pemuda berbisik padanya. ”ustadz, sesungguhnya jumlah kita besar. Dan bukankah menjdi kemuliaan di sisi Allah jika kita membela agamaNya?” Yah, mereka merencanakan pemberontakan bersama di penjara-penjara itu. Dan apa kata lelaki berusia 70 tahun yang matanya menyala penuh semangat itu?
” Demi Allah! Satu nyawa ikhwan aktivis da’wah jauh lebih berharga dari pada seribu kepala Abdel Nasser!!!Bersabarlah saudaraku...jangan sampai hawa nafsu mengalahkan kalian lalu para durjana itu menemukan alasan untuk menghabisi da’wah dan semua kader da’wah hingga akar-akarnya. Jangan! Demi Allah, bersabarlah! Satu nyawa jauh lebih berharga dari pada seribu kepala Abdel Nasser!.
Betapapun syahid adalah cita tertinggi, tapi ia tak boleh menjadi hawa nafsu. Karena hardikan Allah di hari kiamat ditujukan pertama-tama pada tiga orang yang menjadi pejuang di jalan mereka masing-masing. Seorang ahli Al Qur’an, seorang dermawan akbar dan seorang mujahid yang zhahirnya mati syahid. Di hadapan Allah mereka haru menjawab tanya, ”Untuk apakah semua itu kau lakukan?”
Sang Qari’ menjawab ”kau karuniakan padaku ilmu lalu kuajarkan ia kepada manusia, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Sang dermawan menjawab, ” kau karuniakan padaku harta dan kekayaan, lalu kunafkahkan ia di jalanMu, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Sang mujahid menjawab” kau karuniakan padaku kehidupan yang baik, lalu kunafkahkan jiwaku di jalanMu, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Dan Allah berkata, ”Dusta!Dusta!Dusta!”
”kau ingin disebut ’Alim, dan kau telah dipuji-puji! Kau ingin dipanggil dermawan, dan itu telah kau dengar! Kau ingin dikenang sebagai pahlawan, dan keberanianmu telah termasyhur di mana-mana!“ Alangkah menyesal, alangkah ruginya.
“Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki neraka yang sangat panas!“ (Q.S. Al Ghaasyiyah [88]:3-4).
Inilah uniknya jalan cinta para pejuang. Setinggi apapun, cita tak boleh bergeser jadi hawa....

(Dikutip dari buku ”jalan cinta para Pejuang”- salim A. Fillah)

Satu saat, kuminta nasehat pada seorang sahabat
Aku merasa tak layak akh, katanya

Aku tersenyum dan berkata
Jika tiap kesalahan kita dipertimbangkan
Sungguh di dunia ini tak ada lagi
Orang yang layak memberi nasehat

Memang merupakan kesalahan
Jika kita terus saja saling menasehati
Tapi dalam diri tak ada hasrat untuk berbenah
Dan menjadi lebih baik lagi di tiap bilangan hari

Tapi adalah kesalahan juga
Jika dalam ukhuwah tak ada saling menasehati
Hanya karena kita berselimut baik sangka kepada saudara

Dan adalah kesalahan terbesar
Jika kita enggan saling menasehati
Hanya agar kita sendiri tetap
Merasa nyaman berkawan kesalahan

Subhanallah, di jalan cinta para pejuang
Nasehat adalah ketulusan
Kawan sejati bagi nurani
Menjaga cinta dalam ridhaNya

(Diambil dari buku "Jalan Cinta para Pejuang"-Salim A. Fillah)
Di sana, ada cinta dan tujuan
Yang membuatmu menatap jauh ke depan
Di kala malam begitu pekat
Dan mata sebaiknya dipejam saja
Cintamu masih lincah melesat
Jauh melampaui ruang dan masa
Kelananya menjejakkan mimpi-mimpi


Lalu di sepertiga malam terakhir
Engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
Melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
Dengan cita yang besar, tinggi dan bening
Dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
Dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
Dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati

Teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
Menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban,
Menyeru pada iman
Walau duri merantaskan kaki,
Walau kerikil mencacah telapak
Sampai engkau lelah, sampai engkau payah
Sampai keringat dan darah tumpah

Tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
Di jalan cinta para pejuang

(Salim A. Fillah)

Menyabut Tamu Agung, Bulan ramadhan

Ku Mengharapkan Ramadhan
Kali ini Penuh Makna
Agar Dapat Kulalui
Dengan Sempurna

Selangkah Demi Selangkah
Setahun Sudah Pun Berlalu
Masa Yang Pantas Berlalu
Hingga Tak Terasa ku Berada
Di Bulan Ramadhan Semula

Puasa Satu Amalan
Sebagaimana Yang Diperintahnya
Moga Dapat ku Lenturkan
Nafsu Yang Selalu Membelenggu Diri
Tiada Henti-henti

Tak Ingin ku Biarkan Ramadhan Berlalu Saja
Tuhan Pimpinlah Daku Yang Lemah
Mengharungi Segalanya Dengan Sabar
Kita Memohon Pada Tuhan Diberikan Kekuatan
ku Merayu Pada Tuhan Diterima Amalan

Selangkah Demi Selangkah
Dengan Rahmatmu Oh Tuhanku
Ku Tempuh Jua

(harapan ramadhan-Raihan)

kawan, sebentar lagi (3 minggu lagi) kita akan kedatangan tamu agung, bulan yang selalu saya nanti-nantikan. dan kawan nanti-nantikan juga pastinya. Bulan mulia, di mana amal-amal kita akan dinilai berlipat ganda oleh Allah. Bulan di mana kita diberi kesempatan untuk berinvestasi sebesar-besarnya sebagai tabungan kita di akhirat kelak.So, kita semua pasti tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang hanya datang sekali setiap tahun ini. Ibarat sebuah perjalanan besar, kita pun selayaknya mempersiapkan bekal untuk menempuhnya agar kita bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Bekal apa saja sih yang perlu kita persiapkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan?

Ini nih beberapa bekal yang harus dipersiapkan untuk menyambut bulan Ramadhan.Ditulis oleh K.H. abdullah Gymnastiar atau yang biasa dipanggil Aa'Gym dan diringkas dari kolom Gatra.

1.Mulailah menjaga diri dari apapun yang Allah haramkan.

2.Usahakanlah untuk mulai puasa dari apa pun yang tidak disukai Allah. Allah
Maha Melihat perjuangan kita. Kita harus berupaya agar Allah Yang Maha
Menyaksikan benar-benar melihat diri kita menjadi orang yang bersiap-siap
menyambut jamuan Allah

3.Mulai saat ini, hindari telinga, mata, mulut kita dari sesuatu yang tidak
layak kita dengar, kita lihat dan kata-kata yang tidak berguna.

4.Mari kita siapkan rumah kita menjadi rumah yang penuh berkah di bulan
Ramadhan. Kita harus mulai melihat jika ada yang haram di rumah kita. Bukalah
lemari, kalau ada yang diragukan segera keluarkan. Lihatlah dapur kita, kalau
ada barang yang kita ragukan segera keluarkan. Jangan pernah kita jamu Allah
ketika pada diri kita melekat pakaian dan makanan yang haram. Bebaskan rumah
kita dari hal yang sia-sia. Siapa lagi yang kita cari keridhaannya selain Allah.
Senangkah bila rumah kita dipuji manusia tapi dibenci Allah?

5.Menjelang Ramadhan, dekatlkanlah segala sesuatu yang akan membuat kita akrab
dengan Allah. Selalu siapkan Al-Qur'an di tas, di meja kerja, dan di kamar tidur
agar kita bisa dengan mudah membacanya

6.Sediakan juga anggaran khusus untuk sedekah dan anggaran untuk berbuka bagi
orang lain. Satu butir kurma yang kita berikan untuk berbuka, pahalanya sama
dengan satu hari saum.

7.Mulai sekarang, sembari membersihkan rumah, bersihkan pula pikiran dan hati
kita dari pikiran negatif. Jangan pernah berpikir benci kepada seseorang karena
bisa mengotori hati kita. Mulai saat ini, jadilah orang yang pemaaf. Tidak ada
lagi pikiran-pikiran untuk membalas dendam.

8. Alangkah bagusnya pabila kita minta maaf kepada orangtua menjelang bulan
Ramadhan. Ziarah ke makam orang tua kita bagi yang sudah meninggal. Minta
ampunlah kalau kita belum sungguh-sungguh membahagiakan orang tua kita.
Suami-istri juga ada baiknya saling meminta maaf. Tidak ada salahnya minta maaf
kepada orang yang lebih muda dari kita, termasuk kepada adik dan anak-anak kita.
Juga yang mungkin tanpa kita sadari telah menzalimi pembantu, supir, tukang
kebun, atau bawahan kita, segeralah minta maaf. Minta maaflah dengan ikhlas,
sehingga kita akan lebih ringan memasuki Ramadhan.

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan
" (QS. Ali Imran : 133-134)

Kita tidak pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan kecuali di bulan Ramadhan
ini. Sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita, sungguh Allah menjanjikan
ampunan-Nya di bulan ini. Kalau kita merasa berat hidup karena lumuran dosa dan
maksiat, maka ketahuilah ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat daripada
dahsyatnya dosa-dosa kita.Kalau kita merasa gersang dan kering, maka Ramadhan
adalah sarana yang paling cepat untuk mendapatkan rahmat-Nya. Kalau kita dililit
utang piutang, maka Allah adalah Dzat Maha Kaya yang menjanjikan terkabulnya doa,
dilunasi-Nya apa yang kita butuhkan.

Karenanya sungguh sangat rugi andaikata kita tidak bergembira ria, tidak
bersemangat dalam menghadapi hidup ini. Ramadhan diawali dengan adzan
berkumandang, maka itulah saat syetan dibelenggu, dimulainya hitungan pahala
amal yang berbeda, dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka.
Maka sudah selayaknya kita harus sangat bersungguh-sungguh berharap agar Allah
menjamu kita dengan menyiapkan diri jadi orang yang layak dijamu oleh Allah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

A Wonderful Mother

Beberapa minggu yang lalu saya menginap di rumah teman yang ada di perumahan BATAN Indah. Sewaktu mau pulang ke kost, saya disodori beberapa buku olehnya. Karena memang sebelumnya saya bilang kalau ingin pinjam buku. Dari beberapa buku yang disodorkan pada saya, ada satu majalah, kalau tidak salah majalah tarbawi terbitan 2006. Majalah itu masih disimpan rapi oleh teman saya karena menurutnya majalah itu sangat berharga sekali. Setelah saya buka-buka majalah tersebut, saya menemukan tulisan yang sangat menarik di dalamnya. Kisah seorang ibu yang berhasil menciptakan 11 cahaya penerang di rumahnya. Beliau adalah ibu Hj Wirianingsih, wanita yang berhasil mendidik kesebelas anaknya menjadi hafiz dan hafizah. Pasti teman-teman sudah banyak yang tahu tentang beliau. Tapi tidak salahnya, sekarang kita simak kembali kisah beliau dalam mendidik anak-anak beliau hingga menjadi anak-anak yang begitu membanggakan kedua orang tua.
Ibu Wirianingsih menuturkan, untuk melahirkan para hafiz dibutuhkan komitmen dan keistiqamahan dalam mengajarkan Al Qur’an kepada anak dalam segenap aspek kehidupan. Alquran, bagi Wirianingsih dan keluarganya, adalah kunci meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan mendasari setiap gerak dan langkah pada ajaran mulia yang terkandung dalam Alquran, maka setiap umat akan sanggup menghadapi tantangan sekaligus menyelesaikan segala macam permasalahan.
Itulah prinsip dasar yang dipegang teguh pasangan Mutammimul ‘Ula – Wirianingsih dalam mendidik buah hatinya. Muslimah kelahiran Jakarta, 11 September 1962 itu, mengaku sedari kecil sudah sangat akrab dengan ayat-ayat Alquran. Ia lalu mengajarkan hal serupa kepada buah hatinya.


Wirianingsih mengenalkan Al Qur’an, sebagai pegangan hidup, kepada buah hatinya sejak dini. Menurutnya, pengenalan dan internalisasi nilai Al Qur’an memang harus diberikan kepada anak-anak, sejak masih kecil. Sebab dengan membiasakan anak-anak berinteraksi dengan Kitab Suci, akan menumbuhkan kecintaan terhadap Alquran hingga mereka menginjak dewasa.
Bersama sang suami, Mutammimul ‘Ula, mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wirianingsih merajut kerja sama untuk menumbuhkan jiwa Alquran kepada putra putri mereka. Pasangan ini berikhtiar untuk memberikan pola pendidikan terbaik demi mencapai hasil yang terbaik pula.
Wirianingsih bersyukur memiliki pendamping yang benar-benar memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak. Sang suami, misalnya, sudah menanamkan kebiasaan kepada seluruh anggota keluarga untuk beri’tikaf di masjid setiap tiba bulan Ramadhan.
Adalah sebuah karunia Allah SWT pada suatu malam di sebuah masjid, keluarga ini mendengarkan seorang hafiz sedang melantunkan hafalannya. Momen itulah yang semakin menguatkan niat pasangan ini untuk dapat mencetak putra-putrinya menjadi para hafiz Alquran.
Wirianingsih mengungkapkan, selama tujuh tahun pertama setelah menikah, mereka tidak memiliki televisi. Kondisi ini bukan dianggap sebagai kekurangan, justru memberikan kesempatan agar anak-anak bisa fokus mempelajari Al Qur’an.
Saat anak keduanya lahir, dia memperdengarkan muratal Alquran kepada anaknya tersebut. Dan tanpa disangka, suatu ketika, dirinya mendengar anaknya itu mengucapkan potongan surat al Baqarah yang biasa dibacanya.
‘’Subhanallah, ternyata anak saya mampu merekam apa yang saya perdengarkan kepadanya,’’ papar Wirianingsih mengenang. Hal itu semakin membuatnya kian bersemangat untuk mendidiknya buah hatinya menjadi penghafal Alquran. Dalam waktu singkat, sang anak sudah menguasai qiraat jilid lima.
Beberapa metode pengajaran Alquran mereka terapkan. Antara lain, pengajian rutin Alquran seusai Maghrib, membiasakan shalat Subuh di masjid yang dilanjutkan dengan aktivitas hafalan Al Qur’an, membiasakan membaca buku, serta berbagai kegiatan lainnya.
Selain mendapatkan pendidikan langsung dari kedua orangtua, anak-anak juga menimba pendidikan di pesantren hafiz. Sehingga tidaklah mengherankan, jika dalam waktu tidak terlalu lama, mereka sudah mampu menghafal Alquran.
Putra pertama, Afzalur Rachman (24), sudah hafiz Alquran sejak usia 13 tahun. Putra keduanya, Faris Jihady Hanifa (23) sudah hafal Alquran diusia 10 tahun. Putri ketiga bernama Maryam Qonitat, telah hafal Alquran saat berusia 16 tahun. Adapun adik-adik mereka yakni Scientia Afifah, Ahmad Rosikh Ilmi, Ismail Ghulam Halim, Yusuf Zaim Hakim, Muh Saihul Basyir, Hadi Sabila Rosyad, dan Himmaty Muyassarah, memiliki tingkat hafalan berbeda-beda.
Menurut Wirianingsih, menghafal Alquran akan memiliki banyak manfaat bagi sang anak. ”Insya Allah anak-anak memiliki akhlakul karimah dan ketegasan sikap untuk membendung setiap pengaruh negatif yang marak di tengah masyarakat. Alquran mampu membentengi jiwa mereka agar tetap menjadi umat yang beriman,’’ tutur beliau.
Terkait kehidupan keluarga, sambung beliau, sangatlah penting antara suami dan istri untuk saling mendukung dan melengkapi. Masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab yang berkaitan. Beliau pun menyayangkan jika masih ada anggapan bahwa hanya istri yang bertanggung jawab mendidik anak, sementara suami mencari nafkah saja.
‘’Itu tidak tepat. Perlu ditekankan keberhasilan pendidikan anak merupakan hasil integrasi dan kerjasama yang baik dari suami dan istri, bahkan kalau kita baca lagi literatur-literatur agama, justru porsi terbesar mendidik anak ada pada ayah,’’ kata beliau lagi.
Dalam pandangan beliau, anak adalah masa depan keluarga dan bangsa. Maka itu, maju mundurnya peradaban sebuah bangsa sangat tergantung dari cara dan pola pendidikan yang diberikan kepada anak-anak. Karena itulah, keluarga memiliki peran yang sangat besar, tutur beliau.
Selain berhasil mendidik putra-putrinya menjadi penghafal Alquran, Muslimah yang telah aktif berorganisasi sejak di bangku kuliah itu, memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Kiprahnya membentuk PP Salimah serta Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, merupakan salah satu bentuk kepeduliannya untuk membangun bangsa dan agama.
‘’Untuk memperbaiki kondisi bangsa, kita harus benahi di tingkat keluarga terlebih dahulu. Kita harus menjaga ketahanan keluarga berdasarkan nilai-nilai Al Qur’an,’’ tegas ustazah yang biasa berceramah hingga ke mancanegara itu.

Disarikan dari berbagai sumber.

Subhanallah....Sugoi desu ne.Amazing! Membaca profil beliau membuat semangat saya untuk menghafal Al Qur’an melejit. Karena kalau kita ingin punya anak yang hafal Al Qurán kita pun harus hafal bukan? Anak kan meng-copy paste apa yang ada pada orang tuanya. Dan ajakan terbaik adalah berupa keteladanan. Walaupun mungkin agak susah kalau baru menghafal Al Qurán saat kita dewasa karena sudah banyak hal yang memenuhi otak kita. Apa lagi kalau sudah jadi ibu RT (Ibu rumah tangga), sudah pusing mikirin belanja, beres2 rumah, ngurus anak, ngurus suami, de el el. But that is not a problem. So kawan, persiapkan diri mulai sekarang untuk menjadi a wonderful mother, mendidik generasi Qur'ani yang kan menegakkan kalimat La Ilaha Illallah di muka bumi ini.Generasi yang akan mengembalikan keindahan citra islam yang telah tercoreng oleh ulah sebagian penganutnya yang sudah tidak lagi mengikuti tuntunannya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PemenangVs pecundang

pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”.

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.

Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.

Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda”.

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang…
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang…


Sumber: http://www.yauhui.net/pecundang-vs-pemenang/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Panggil yang Tak Tergapai Agar Mendekat

Mintalah Firdaus yang paling tinggi!!!
-Rasulullah, Shallallaahu ‘Alaihi wa sallam-

Jika hidup adalah sebuah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik di ujung kanan. Kematian. Di sanalah harus dicitakan sebuah akhir yang setinggi-tingginya. Apapun yang kau minta, mintalah pada Allah yang tertinggi. Surga pun bertingkatan. Maka mintalah yang paling tinggi. Firdaus. Maka dalam hal mati, ambil pilihan yang tertinggi untuk menjadi cita dan rencana. Syahid. Ah...Betapa indah dan menggetarkannya satu kata ini.
Di dalam perjalanan kita meniti hidup, terkadang kita didera rasa ragu dan bimbang tentang sang cita tinggi. Jika ’Abdullah ibn Rawahah bimbang karena menyangkut pasukan yang dipimpinnya, kita kadang bimbang oleh alasan yang lebih mendasar, pantaskah kita meraihnya?

Seorang kawan pernah berucap, ”Ya. Cita kita memang syahid akhi...Tetapi inilah yang kukhawatirkan, maksiat. Kenaksiatan yang kulakukan tentu telah menjauhkanku darinya. Bila selangkah aku durhaka pada Allah, rasanya aku terlempar jauh dari dakian tangga menujunya. Cita syahid itu begitu tinggi, semakin kita bermaksiat pada Allah, dia jadi semakin tinggi. Tak tergapai.”
”Betul akhi”, jawab saya. ”Tapi sebenarnya bukan ia yang semakin tinggi. Kitalah yang terjerembab ke dalam lubang berlumpur yang kita gali sendiri. Maksiat itu. Saat itulah kita yang tersuruk jadi makin jauh dari cita yang tinggi.”
Bagaimana agar kita merasa pantas kembali? ’Abdullah ibn Rawahah mengajari kita untuk mengulang-ulang cita tinggi itu dala ucapan, terutama pada diri sendiri. Agar apa? Agar sang jiwa ingat dan tidak lupa. Agar ia terteguhkan menjadi yakin kembali. Agar ia menjadi sebuah doa yang makhluk-makhluk mulia mengaminkannya. Panggillah selalu yang masih terasa tak tergapai, agar ia mendekat. Teringat saya akan sebuah ayat yang selalu memberi harap.
” Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya.”(Q.S. Al Ahzaab[33]:23)
Namun sering kali cita untuk meraih syahid beresiko berubah menjadi hawa nafsu. Maka berhati-hatilah saudaraku. Ketika citamu tinggi, angin akan lebih dingin, menusuk-nusuk tulang, membekukan darah, lalu berbisik padamu dalam hipotermia yang tak tertolong, ”Cukup. Pahalamu sudah banyak.”
Itu di antara yang disadari oleh Khalid ibn Al- Walid, pedang Allah yang senantiasa terhunus. Maka ketika ia dipecat oleh ’Umar dari jabatann panglima, kata-katanya begitu indah, ”Semoga Allah merahmati ’Umar yang telah membebaskanku dari beban ini. Ketika masih menjadi panglima, aku tak hanya memikirkan diriku, tetapi juga pasukanku. Ini membuatku harus memilih untuk selalu tetap hidup dan meraih kemenangan bagi agama Allah. Kini aku adalah prajurit biasa. Aku bebas meraih cita-citaku untuk syahid!”
Maka dialah Khalid, yang tiap melewati gunung dan lembah selalu memikirkan strategi pertempuran apa yang akan dipakainya beserta segala kemungkinan lain. Maka dialah Khalid, yang 13 kali berganti pedang karena patah dalam Perang Mu’tah saking dasyatnya ia memimpin 3000 pasukannya melawan 200.000 legiun Romawi. Maka dialah Khalid yang kudanya membelah barisan musuh untuk memberi jalan pasukannya, lalu menukar-nukar posisi prajurit agar musuh mengira pasukannya mendapat bala bantuan baru. Dan dialah Khalid yang cita-citanya tetaplah syahid. Ia tak terbawa nafsu untuk tergesa meraihnya ketika dia masih harus bertanggungjawab bukan hanya sebagai pribadi, tapi sebagai panglima. Dan Khalid pun mendapatkan syahidnya meski dia wafat di atas tempat tidur.
Subhanallah...Kehidupan para sahabat Rasul selalu memukau kita. Dan Hasan Ismail Al Hudhaibi, Mursyid ’Aam kedua Al Ikhwan Al Muslimin begitu menghayati indahnya kesabaran dalam nada yang sama. Kesabaran untuk tidak terburu nafsu. Ketika Gamal ’Abdel Nasser akhirnya mrngkudeta presiden Muhammad Naguib, Al Hudhaibi dan hampir sejuta kader organisasi da’wah yang dipimpinnya boyongan memenuhi penjara-penjara Mesir. Berbagai siksaan yang mengerikan menjadi menu harian mereka. Bayangkan sejenak algojo pencambuk yang sampai kelelahan mencambuk, kuku dan bulu yang dicopoti satu-satu, kursi listrik, rendaman air beku, hingga anjing-anjing ganas yang berhari-hari tidak diberi makan.
Di tengah derita mendera bertubu itu, suatu hari beberapa pemuda berbisik padanya. ”ustadz, sesungguhnya jumlah kita besar. Dan bukankah menjdi kemuliaan di sisi Allah jika kita membela agamaNya?” Yah, mereka merencanakan pemberontakan bersama di penjara-penjara itu. Dan apa kata lelaki berusia 70 tahun yang matanya menyala penuh semangat itu?
” Demi Allah! Satu nyawa ikhwan aktivis da’wah jauh lebih berharga dari pada seribu kepala Abdel Nasser!!!Bersabarlah saudaraku...jangan sampai hawa nafsu mengalahkan kalian lalu para durjana itu menemukan alasan untuk menghabisi da’wah dan semua kader da’wah hingga akar-akarnya. Jangan! Demi Allah, bersabarlah! Satu nyawa jauh lebih berharga dari pada seribu kepala Abdel Nasser!.
Betapapun syahid adalah cita tertinggi, tapi ia tak boleh menjadi hawa nafsu. Karena hardikan Allah di hari kiamat ditujukan pertama-tama pada tiga orang yang menjadi pejuang di jalan mereka masing-masing. Seorang ahli Al Qur’an, seorang dermawan akbar dan seorang mujahid yang zhahirnya mati syahid. Di hadapan Allah mereka haru menjawab tanya, ”Untuk apakah semua itu kau lakukan?”
Sang Qari’ menjawab ”kau karuniakan padaku ilmu lalu kuajarkan ia kepada manusia, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Sang dermawan menjawab, ” kau karuniakan padaku harta dan kekayaan, lalu kunafkahkan ia di jalanMu, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Sang mujahid menjawab” kau karuniakan padaku kehidupan yang baik, lalu kunafkahkan jiwaku di jalanMu, semata-mata kuharap ridhaMu..”
Dan Allah berkata, ”Dusta!Dusta!Dusta!”
”kau ingin disebut ’Alim, dan kau telah dipuji-puji! Kau ingin dipanggil dermawan, dan itu telah kau dengar! Kau ingin dikenang sebagai pahlawan, dan keberanianmu telah termasyhur di mana-mana!“ Alangkah menyesal, alangkah ruginya.
“Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki neraka yang sangat panas!“ (Q.S. Al Ghaasyiyah [88]:3-4).
Inilah uniknya jalan cinta para pejuang. Setinggi apapun, cita tak boleh bergeser jadi hawa....

(Dikutip dari buku ”jalan cinta para Pejuang”- salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sahabat Sang Nurani

Satu saat, kuminta nasehat pada seorang sahabat
Aku merasa tak layak akh, katanya

Aku tersenyum dan berkata
Jika tiap kesalahan kita dipertimbangkan
Sungguh di dunia ini tak ada lagi
Orang yang layak memberi nasehat

Memang merupakan kesalahan
Jika kita terus saja saling menasehati
Tapi dalam diri tak ada hasrat untuk berbenah
Dan menjadi lebih baik lagi di tiap bilangan hari

Tapi adalah kesalahan juga
Jika dalam ukhuwah tak ada saling menasehati
Hanya karena kita berselimut baik sangka kepada saudara

Dan adalah kesalahan terbesar
Jika kita enggan saling menasehati
Hanya agar kita sendiri tetap
Merasa nyaman berkawan kesalahan

Subhanallah, di jalan cinta para pejuang
Nasehat adalah ketulusan
Kawan sejati bagi nurani
Menjaga cinta dalam ridhaNya

(Diambil dari buku "Jalan Cinta para Pejuang"-Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jalan Cinta Para Pejuang

Di sana, ada cinta dan tujuan
Yang membuatmu menatap jauh ke depan
Di kala malam begitu pekat
Dan mata sebaiknya dipejam saja
Cintamu masih lincah melesat
Jauh melampaui ruang dan masa
Kelananya menjejakkan mimpi-mimpi


Lalu di sepertiga malam terakhir
Engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
Melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
Dengan cita yang besar, tinggi dan bening
Dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
Dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
Dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati

Teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
Menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban,
Menyeru pada iman
Walau duri merantaskan kaki,
Walau kerikil mencacah telapak
Sampai engkau lelah, sampai engkau payah
Sampai keringat dan darah tumpah

Tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
Di jalan cinta para pejuang

(Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS