Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti Sayap-Sayap Gibran yang Patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ’majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
 
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu di sana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati.
Mari kita ikut berbela sungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.
 
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. “Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai.
 
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
 
Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita.

Oleh; ust. Anis Matta
Sebuah berita pembunuhan sadis di Binjai membuat saya merasa harus menulis artikel ini.
Untuk yang belum tahu, mungkin saya akan sedikit mengulas kembali.

Baru-baru ini marak diberitakan tentang 4 korban pembunuhan dalam sebuah rumah di Binjai.
Korbannya adalah Engky alias Atu (65 tahun) meninggal di kamar belakang, serta menantunya Ceny alias Ain (27) serta dua anaknya bernama Kefin (5) dan Keren (3), meninggal di ruang depan. Mereka ditemukan tewas bersimbah darah.
Kematian mereka pun diketahui setelah beberapa hari terbunuh karena ada tetangga yang curiga mereka tidak pernah kelihatan keluar rumah, sehingga jasad ditemukan dalam keadaan mulai membusuk.

Awalnya polisi menduga ini adalah balas dendam (karena kejam) atau tindakan dari orang yang mereka kenal karena tidak ditemukan adanya buka paksa pintu.
Akan tetapi setelah pembunuhnya tertangkap, ternyata motif pembunuhan sangatlah sederhana. Panik.

Ya, setelah diusut ternyata pembunuhan terjadi karena ada pencuri yang kepergok ketika berniat melakukan aksinya. Kabarnya, sang ibu berteriak maling. Lalu sang pencuri panik (sepertinya pintu masih dalam keadaan tidak terkunci) lalu masuk dan membunuh ibu dan kedua anaknya yang sedang berada di ruang tamu untuk menghilangkan saksi.
Lalu karena ada kakek di ruang belakang ia juga dibunuh untuk memastikan tidak ada saksi.
Setelah itu ia mencuri.
Tahukah Anda apa yang dicuri?
Dua pompa air dan telepon genggam.
Bayangkan 4 nyawa melayang hanya untuk barang curian yang nilainya tidak seberapa.

Lalu apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini.
Langkah menghindari kriminalistas terutama terhadap anak-anak.

Pertama, di luar sana ada yang namanya penjahat.
Jadi jangan pernah merasa bahwa kita pasti aman dari kejahatan, kemungkinan selalu ada.
Jadi kita harus meminimalisir segala kemungkinannya.

Kedua, yang namanya tindakan sadis tidak perlu dilakukan oleh penjahat kaliber.
Remaja yang panik, mantan karyawan yang kecewa, mantan pacar yang merasa dipermalukan, sahabat yang dikecewakan, bisa tiba-tiba bertindak sadis, terutama ketika panik atau sangat sakit hati.
Peristiwa binjai terjadi karena panik, dan justru biasanya penjahat amatir yang panikan.
Jadi berhati-hatilah jika tindakan kita berdampak menyakiti hati orang.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengubah orang baik menjadi sadis.
Karena hati mudah berbalik.

Ketiga, anak-anak atau seseorang yang sangat bernilai bagi Anda, bagi orang lain apalagi bagi penjahat bisa tidak ada nilainya. Karena itu harus Anda yang menjaganya sepenuh hati, sebaik mungkin.
Anak yang sangat Anda cintai dengan segala apa yang Anda miliki, mungkin bagi penjahat hanya bernilai sebuah handphone atau beberapa ratus ribu.
Pada peristiwa di Binjai, sang ayah tidak di tempat karena sedang mencari nafkah membanting tulang jauh-jauh ke Kamboja untuk anak dan istrinya, tetapi dengan darah dingin keluarganya dibunuh penjahat hanya untuk pompa air dan handphone.
Sering kita dengar peristiwa anak kaya raya diculik dan dijual murah dalam human trafficking hanya karena penculik tidak mau beresiko meminta uang tebusan sekalipun mahal dan memilih menjual murah ke pedagang anak.

Keempat, kadang tanpa sadar orang tua, tanpa sadar, justru menjadi pemicu peristiwa yang mengakibatkan anak menjadi korban.
Akan saya ungkap satu contoh yang juga memilukan dari berita yang saya dengar beberapa tahun lalu.
Ada anak yang mengalami kerusakan otak parah akibat dipukuli preman. Usianya baru 7 tahun. Akibat pukulan preman tersebut anak itu cacat mental seumur hidup.
Tahukah kenapa anak itu dipukuli preman?
Ternyata peristiwa itu dipicu karena ayah dari anak tersebut pernah menegur sang preman karena mabuk di dalam mesjid.
Mungkin karena teguran itu kasar atau karena memang premannya brengsek, tapi tetap saja ini tidak mengubah fakta bahwa anak tersebut menjadi cacat akibat peneguran tersebut.
Sekalipun preman itu dihukum, itu tidak mengembalikan kesehatan anak.
Jadi sebagai orang tua kita harus berpikir berulang kali ketika bertindak.
Apakah ini akan membahayakan keselamatan anak atau aman-aman saja.

Saya pernah naik angkot bersama Putri Salsa yang waktu itu baru usia 6 tahunan.
Sang supir ngebut, sembrono dan ngerem mendadak.
Akibatnya satu ibu yang duduk di dekat pintu terlempar keluar. Untung ibu itu baik-baik saja.
Si supir bukannya minta maaf malah memarahi sang ibu yang dianggap tidak siaga.
"Gimana sih naik mobil, makanya pegangan!" dan diikuti kata kasar lainnya.
Saya bilang ke Salsa:
"Caca (panggilan Salsa waktu kecil), kalau ayah tidak lagi sama Caca, mungkin ini supir udah ayah tonjok!"
Salsa bertanya; "Kenapa?"
"Pertama dia ugal-ugalan, dan bukannya minta maaf tapi malah sumpah serapah ke ibu yang jatuh keluar dari mobil"
Lalu Salsa bertanya lagi; "Kenapa kalau ada Caca, ayah gak pukul aja!:
Saya menjawab;
"Kalau ayah sendiri, ayah peringati, kalau dia gak tahu diri mungkin ayah pukul, kalau dia ajak berkelahi ayah hadapi. Tapi kalau nanti banyak supir angkot datang dan kerubutin ayah walaupun dia yang salah, ayah gak mungkin bisa menghadapi kalau sambil jaga Caca.
Kalaupun ayah harus kabur, susah kalau sambil gendong Caca."
Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan dialog saya dengan Salsa, tapi itu yang ada di kepala saya saat itu dan saya menahan diri karena saat itu saya memikirkan keselamatan Salsa,
bukan emosi saya saat itu.

Pernah juga saya naik taksi dan argonya argo kuda.
Saya yakin sang sipir main kotor dengan argonya.
Karena tahu akan ribut dengan sang supir sebab saya hanya mau membayar sesuai harga biasa dan mengabaikan argo, saya meminta taksi berhenti di tikungan dekat rumah bukan depan rumah. Kenapa?
Berjaga kalau akhirnya ribut berkepanjangan, sang supir tidak tahu rumah saya, jadi anak-anak terjaga. Untungnya saat itu sang supir malu hati karena ketahuan main curang.

Kalau Anda pesan taksi lewat telepon, dan supir menjemput Anda di rumah, sebaiknya berpikir panjang jika ingin komplain berat. Kenapa?
Bayangkan kalau Anda komplain berat dan sang supir akhirnya dipecat.
Ia punya waktu kosong karena nganggur, ia juga punya masalah keluarga karena tidak punya penghasilan, dan dia cuma ingat itu semua karena Anda yang melapor dan ia tahu rumah Anda.
Kalau sudah dipecat ia sudah tidak lagi terikat peraturan perusahaan dan jadi pribadi yang bebas termasuk menumpahkan dendam kepada yang melaporkan.

Intinya, jika ingin bertindak terutama berkaitan dengan konflik, pikirkan dampaknya bagi keselamatan Anda dan keluarga.
Ingat, kita tidak pernah tahu apa yang ada di hati orang.
Zamannya sudah makin gila.

Kelima:
Preventif maksimal (Pencegahan)
Untuk hal yang bersifat kriminalitas kita harus menerapkan prinsip Prepare for The Worse.
Saya teringat ketika nyambi bekerja di Jakarta Internasional School. Di sana setiap anak masuk mobil jembutan ada absennya, jika ada yang tidak jadi ikut ada juga laporannya. Jadi semua data terdata rapih, jadi sangat sulit ada peluang penculikan.
Itu namaya prapare for the worse.

Anda baru saja memecat supir pribadi yang tertangkap basah misalnya mencuri jam tangan.
Apa yang Anda katakan pada anak Anda yang masih kecil?
"Nak, Pak ini sudah tidak jadi supir kita. Jadi jangan mau ikut kalau dia jemput kamu di sekolah sekalipun dia bilang disuruh ayah atau bunda jemput kamu."
Anda baru memecat pegawai yang dekat tidak jujur dan kebetulan dekat dengan anak-anak.
"Nak, Pak ini sudah tidak bekerja dengan kita, jadi kalau dia ajak kamu kemana, harus konfirmasi dulu ke ayah atau bunda ya..."
Setidaknya Anda sudah berjaga-jaga.

Keenam
Jika Anda mempunyai pembantu, pastikan Anda memberi standar keamanan yang tinggi.
Misalnya;
"Mbak, saya tidak ada janji sama siapa-siapa jadi selama saya pergi jangan buka pintu untuk siapapun!!
"Kalau ada tamu yang datang, telepon saya dulu sebelum buka pintu, jangan pedulikan seberapa sering bel dipencet atau seberapa keras pintu diketuk!"


Ketujuh. Siapkan perangkat dukungan
Catat nomor kantor polisi terdekat. Jangan skeptis dengan service polisi, karena pada beberapa pengalaman, saya menemukan polisi cepat tanggap.
Pastikan punya nomor tetangga, karena pada keadaan genting di rumah ketika Anda di kejauhan, maka hanya tetangga yang bisa memberikan respon secara cepat.
Beri tahu juga nomor-nomor penting tersebut pada pasangan dan anak-anak.(Isa Alamsyah)
Sumber: http://www.isaalamsyah.com/2011/05/parenting-home-safety-menjaga-sikap.html
Dikisahkan Zaman Dahulu, Ada tiga orang pemuda yang sedang mengadakan perjalanan. Tiba-tiba mereka ditimpa oleh hujan, maka mereka berteduh di dalam sebuah gua. Celakanya tiba-tiba ada batu besar yang menggelinding menutupi gua tersebut, Maka salah satu mereka berkata kepada yang lain: "Demi Allah, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sifat IKHLAS kita, oleh karenanya, saya harap agar masing-masing kita berdoa kepada Allah dengan perantara amal sholeh yang kita kerjakan dengan penuh keikhlasan “.
Seorang dari mereka berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa dulu aku punya seorang pekerja yang bekerja padaku dengan imbalan 3 gantang padi. Tapi, tiba-tiba dia pergi dan tidak mengambil upahnya. Kemudian aku ambil padi tersebut lalu aku tanam dan dari hasilnya aku belikan seekor sapi. Suatu saat, dia datang kepadaku untuk menagih upahnya. Aku katakan padanya, 'Pergilah ke sapi-sapi itu dan bawalah dia'. Dia balik berkata, 'Upahku yang ada padamu hanyalah 3 gantang padi'. Maka aku jawab, 'Ambillah sapi-sapi itu, sebab sapi-sapi itu hasil dari padi yang tiga gantang dulu'. Akhirnya dia ambil juga. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku perbuat itu hanya karena mengharap ridhaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)." Tiba-tiba batu besar (yang menutupi gua itu) bergeser.
Seorang lagi berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai bapak-ibu yang sudah renta. Setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambingku. Suatu malam aku datang terlambat pada mereka. Aku datang kala mereka sudah tidur lelap. Saat itu, isteri dan anak-anakku berteriak kelaparan. Biasanya aku tidak memberi minum buat mereka sehingga kedua orang tuaku terlebih dahulu minum. Aku enggan membangunkan mereka, aku juga enggan meninggalkan mereka sementara mereka butuh minum susu tersebut. Maka, aku tunggu mereka (bangun) sampai fajar menyingsing. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa hal tersebut aku kerjakan hanya karena takut padaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini). Tiba-tiba batu besar itu bergeser lagi.
Yang lain lagi juga berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu aku mempunyai saudari sepupu (puteri paman), dia adalah wanita yang paling aku cintai. Aku selalu menggoda dan membujuknya (berbuat zina) tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memberinya (pinjaman) 100 dinar. (Jelasnya), dia memohon uang pinjaman dariku (karena dia sangat membutuhkan dan terpaksa), maka (aku jadikan hal itu sebagai jalan untuk mendapatkan kehormatannya). Maka aku datang kepadanya membawa uang tersebut lalu aku berikan kepadanya, akhirnya dia pun memberiku kesempatan untuk menjamah dirinya. Ketika aku duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, 'Bertakwalah engkau kepada Allah, janganlah engkau merusak cincin kecuali dengan haknya'. Maka dengan segera aku berdiri dan keluar meninggalkan uang 100 dinar itu (untuknya). Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku kerjakan itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)". Tiba-tiba bergeserlah batu itu sekali lagi, dan Allah pun mengeluarkan mereka . (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Sedekah memang harus ikhlash, tapi sebenarnya untuk ikhlash itu tidak rumit, gimana sih ikhlas dalam sedekah itu ? selama kita mengharap imbalan atau balasan hanya dari Allah SWT saja, ya itulah ikhlas. Tidak mengharap imbalan dalam bentuk apapun dari orang atau lembaga yang kita sedekahin, kalo minta didoakan ? ya boleh-boleh saja, kan berdoanya juga kepada Allah, yang membalas juga Allah.
Jadi kalo sedekah lalu kita minta macem-macem sama Allah itu boleh bahkan wajib, lho kok wajib ? lha iya, kalo gak minta sama Allah lalu minta sama siapa ? lho sedekah kok minta balasan ? orang gak sedekah saja boleh meminta apalagi sudah sering sedekah ya sangat-sangat boleh meminta.
Meminta dan berharap kepada Allah itu kata lainnya adalah berdo’a, masa berdo’a dilarang ? berdo’a itu wajib, lho kok wajib ! ya kalo orang gak pernah berdo’a,gak pernah meminta dan gak pernah berharap sama Allah SWT, berarti dia gak butuh dong sama Allah, Nabi dan Rosul saja berdo’a dan meminta sama Allah, masa kita ‘gak ?
Cuma seringkali orang berdebat soal ikhlas tidak ikhlas, sampai-sampai gak jadi ibadah gak jadi sedekah, dalihnya “ daripada tidak ikhlas, kan sia-sia nanti “. Padahal sebenarnya selama masih ada iman di dada kita, amal apapun yang kita perbuat pasti unsur ikhlas itu otomatis menyertainya. Apa sih yang diharapkan dari orang beriman ketika beramal ? kan Cuma balasan dari Allah saja tho ? nah semudah itulah ikhlash.
Dalam hal sedekah, sebenarnya perdebatan soal ikhlas itu hanya berlaku bagi para pemula saja, bagi para ahli sedekah ikhlas itu sudah otomatis, para ahli sedekah sudah berusaha naik ke tingkatan berikutnya : seberapa sering dan seberapa banyak karena mereka sudah menikmati dahsyatnya sedekah.
Suatu hari ada seorang peminta-minta datang kepada orang yang suka berdebat tentang ikhlas…….
“ pak, tolong mohon sedekahnya, saya kelaparan “
“ ntar deh, sekarang hati saya belum ikhlas “
“ Waduh, tolonglah pak, saya sudah hampir sekarat nih !”
“ yah, gimana lagi, hati saya belum ikhlas, ntar sedekah saya jadi sia-sia dong ! “
Beginilah orang yang suka debat dalil soal ikhlas, nunggu lebaran monyet dulu gak action-action. Celakanya kalo si pengemis keburu mati lalu orang tadi juga mendadak mati sebelum sempat ibadah, belum sempat sedekah, nah lho gimana tuh.
Sahabat, Seperti Kisah dalam hadits diatas, betapa sedekah itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggerakkan Tangan Allah membantu kita yang sedang terbelenggu dalam masalah yang sangat berat yang tidak mampu kita selesaikan dengan tenaga dan fikiran kita. So…. Tetaplah selalu bersedekah walau hanya baru bisa dari yang tersisa bersama Rumah Yatim Indonesia. 

Seorang kawan, dalam doa dan salamnya
Di berlalunya seperempat abad usiaku
kembali mengenangkanku sebuah kaidah
"Bencilah kesalahannya,
Tapi jangan kau benci orangnya."

Betulkah aku sudah mampu begitu
Pada saudaraku, pada keluargaku
Pada para kekasih yang kucinta?
Saat mereka terkhilaf dan disergap malu
Betulkah kemaafanku telah tertakdir
Mengiringi takdir kesalahan mereka?

Tapi itulah yang sednag kupanjatkan
Dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya

karena aku tahu, bahwa terhadap satu orang
Aku selalu mampu membenci luputnya
Tapi tetap cinta dan sayang pada pelakunya
Itulah sikapku selalu, pada diriku sendiri

Kucoba cerap lagi kekata Asy Syafi'i
"Aku mencintai orangg-orang shalih"
Begitu katanya, diiringi titik air mata
"Meski aku bukanlah bagian dari mereka
Dan aku membenci para pamaksiatNya
Meski aku tak berbeda dengan mereka
 

Ya..mungkin dia benar

Tapi dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya
Aku ingin meloncat ke hakikat yang lebih tinggi

Karena tiap orang beriman tetaplah rembulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ditampakkannya pada siapapun
maka cukuplah bagiku
memandang sang bulan
Pada sisi cantik yang menghadap ke bumi

Tentu, tanpa kehilangan semangat
Untuk selalu berbagi dan sesekali merasai
gelapnya sesal dan hangatnya nasehat
sebagaimana sang rembulan
yang kadang harus menggerhanai matahari
Kita hidup du tengah-tengah khalayak
Yang selalu berbaik sangka...

Alangkah berbahanya
terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
Atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasnagka itu

Tapi keinsyafan membuatkadang terfikir
Bersediakah mereka tetap jadi saudara
Saat tahu kita yang sebenarnya
Kadang tersa, bersediakah dia menjadi sahabat
Saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
Dan..bersediakah dia tetap mendampingi kita dalam dekapan ukhuwah
Ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
Dia percaya, karena dia dikenal
Sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya
Sementara kita dipercaya, justru karena
Mereka semua tidak mengenal kita....

Yang ada hanya baik sangka....
Maka mari kita hargai dan kaga semua baik sangka itu
Dengan berbuat sebaik-baiknya
Atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan Abu bakar
Lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

"Ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
Dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu..."
Atau do'a seorang tabi'in yang mulia;
" ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
Sebagai seburuk-buruk makhluk
Dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
Dan dalam pandangan-Mu sebagai yang palingmulia

(Salim A. Fillah)

















Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
Kita lekat bagai api dan kayu
Bersama menyala, slaing menghangatkan rasanya
Hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
Tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
Kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
Merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
Dan melukis pelangi
Namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

Di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
Mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
Bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
Saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
Pada akhlak yang manis, lembut dan wangi
Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya



(Salim A. Fillah)
Ketika kubaca firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan
Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman

Aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang
Dalam dua detik, dua detik saja
Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
Itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah bermufakat
Meski lisan belum saling sebut nama dan tangan belum berjabat

Ya, kubaca lagi firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping

Kubaca firman persaudaraan ukhti sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan:
"Para kekasih di hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain..
Kecuali orang-orang yangb bertaqwa"


(Salim A. Fillah)
Add caption
Add caption













Ada kalanya kita seperti dua mata
Tak pernah berjumpa
Tapi selalu sejiwa

Kita menatap ke arah yang sama
Walau tak berjumpa
Mengagumi pemandangan indah
Dan berucap: Subhanallah

Kita bergerak bersama
Walau tak berjumpa
Mencari pandangan yang dihalalkan
Menghindar dari yang diharamkan
Dan berucap: Astaghfirullah

Kita menangis bersama
Walau tak berjumpa
Dalam kecewa, sedih, ataupun gembira
Duka dan bahagia
Dan tetap berucap: Alhamdulillah

Kita terpejam bersama
Walau tak berjumpa
Memberi damai dan rehat
Sambil berucap: Laa haula wa laa quwwata illa billaah...

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam sedekap shalat
Berjama'ah menghadap Allah

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam membersihkan
Segala noda dan kotor dari badan....


(Salim A. Fillah)


KITA semua pasti ikut merasa prihatin atas nasib yang dialami siswa
sekolah dasar AL dan kedua orangtuanya Siami serta Widodo. Karena
sikap jujur mereka untuk menyatakan ketidakbenaran atas pelaksanaan
ujian nasional, malah mereka akhirnya dinyatakan bersalah.
Orangtua AL dianggap mencoreng nama baik sekolah. Para orangtua yang
lain menyalahkan orangtua AL yang mempersoalkan adanya permintaan guru
sekolah yang memerintahkan AL membagi jawaban ujian nasional kepada
murid-murid yang lain.
Ini persoalan mendasar yang tidak bisa dianggap enteng. Betapa
nilai-nilai kejujuran sudah begitu terpuruknya pada bangsa ini. Kita
tidak lagi bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik
dan yang buruk.
 Nilai sepertinya sudah terbalik-balik pada bangsa ini. Orang yang
salah bisa menjadi benar, sementara orang yang benar bisa dianggap
salah. Itu bukan hanya terjadi pada kasus di Gadelsari Barat,
Surabaya, tetapi sudah menjadi praktik umum yang kita lihat setiap
hari.

Ketika kita sedang berada dalam kekuasaan, seringkali kita tidak
menangkap ketidakadilan seperti itu. Seakan-akan itu hanya sebuah
persoalan kecil yang tidak penting dan tidak memiliki makna apa pun.
Namun ketika kemudian merasakan sendiri ketidakadilan itu, maka bisa
terasalah arti sebuah kebaikan, arti sebuah kebenaran, arti sebuah
kejujuran.

Itulah yang pasti dirasakan oleh Adang Daradjatun. Ketika masih
menjabat sebagai polisi, menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI, ia tidak
terlalu peduli atas ketidakadilan yang terjadi. Ketika para pelaku
korupsi kabur ke luar negeri, tidak terdorong keinginan untuk
memerintahkan anggota polisi untuk menangkap mereka.
Kini ia merasa ketidakadilan itu, ketika istrinya Nunun Nurbaeti
dipersangkakan ikut terlibat dalam kasus suap pada pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia. Adang berteriak keras ketika istrinya
ditetapkan sebagai tersangka, dicabut paspornya, dan dimintakan kepada
Interpol untuk ditangkap.
Dalam wawancaranya dengan Metrotv, Adang tidak bisa menerima atas
ketidakadilan yang ia rasakan. Bagaimana istrinya ditetapkan sebagai
tersangka dan dicabut paspornya, sementara begitu banyak koruptor yang
kabur ke luar negeri sejak bertahun-tahun lalu, namun hingga kini
tidak pernah juga dicabut paspornya.
Adang menegaskan bahwa dirinya tidak akan tinggal diam. Meski bukan
dalam arti melakukan perlawanan total, dirinya akan membuka semua
ketidakberesan yang terjadi. Ia tidak akan membiarkan istrinya
dijadikan korban dari sebuah ketidakbenaran.
Adang beruntung masih tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dari Partai Keadilan Sejahtera. Sebagai polisi bintang tiga, pasti
masih banyak anggota polisi yang akan membantu dirinya melawan
ketidakadilan itu.
Namun tidak demikian nasibnya Saimi dan Widodo. Mereka bukanlah
siapa-siapa. Mereka hanya rakyat biasa yang mencoba menegakkan nilai
kejujuran. Namun ia harus tersingkir dari lingkungannya, yang tidak
bisa menerima sikap jujurnya.
Adakah orang yang membela Saimi dan Widodo? Adakah mereka yang peduli
terhadap AL? Tidak ada sama sekali. Mereka dibiarkan menghadapi
kejamnya kehidupan di tengah bangsa yang sedang kehilangan nilai
kebaikan.
Seharusnya pemerintah tampil untuk menggunakan momentum ini
mengajarkan kembali pentingnya arti sebuah kejujuran, pentingnya
sebuah keadilan. Tampil untuk menjadikan sosok Saimi dan Widodo
sebagai simbol kejujuran, bukan malah membiarkan mereka menjadi korban
dari ketidakbenaran.
Bahkan Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Jawa Timur,
Wali Kota Surabaya seharusnya bersimpati kepada nasib yang dialami
Saimi dan Widodo. Bukan hanya duduk diam, menonton ketidakbenaran itu
terus terjadi, sehingga tidak ada pembelajaran yang bisa dipetik oleh
bangsa ini.
Ketika semua pemimpin diam, maka orang tidak akan berani untuk bicara
kebenaran, bicara kejujuran. Mereka akan menelan semua ketidakbenaran
itu, kalau pun dirasakan bertentangan dengan nilai kebajikan yang
mereka yakini. Sebab, ternyata bicara kebenaran, bicara kejujuran di
negeri ini malah dianggap sebagai sebuah kesalahan.
Ketika memberikan kuliah di depan generasi muda, sebenarnya ada
pelajaran berharga yang diberikan Presiden. Bahwa sebagai pemimpin
kita tidak boleh berkompromi untuk hal-hal yang prinsipiil seperti
dalam hal etika atau nilai-nilai. Yang boleh dikompromikan hanyalah
taktik atau strategis dalam mencapai tujuan.
Kasus AL, Saimi, dan Widodo seharusnya dipakai untuk melaksanakan
kebajikan yang disampaikan. Saimi dan Widodo merupakan sosok langka di
negeri yang hanya berorientasi kepada hasil, tanpa memedulikan proses.
Saimi dan Widodo mengajarkan kepada kita semua bahwa kejujuran itu
masih ada di negeri ini.

Sumber: pembacaasmanadia@ yahoogroups. com & metrotvnews. com

Sayap Yang Tak Pernah Patah


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti Sayap-Sayap Gibran yang Patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ’majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
 
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu di sana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati.
Mari kita ikut berbela sungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.
 
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. “Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai.
 
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.
 
Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita.

Oleh; ust. Anis Matta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Parenting -Home Safety: Menjaga sikap untuk keselamatan anak

Sebuah berita pembunuhan sadis di Binjai membuat saya merasa harus menulis artikel ini.
Untuk yang belum tahu, mungkin saya akan sedikit mengulas kembali.

Baru-baru ini marak diberitakan tentang 4 korban pembunuhan dalam sebuah rumah di Binjai.
Korbannya adalah Engky alias Atu (65 tahun) meninggal di kamar belakang, serta menantunya Ceny alias Ain (27) serta dua anaknya bernama Kefin (5) dan Keren (3), meninggal di ruang depan. Mereka ditemukan tewas bersimbah darah.
Kematian mereka pun diketahui setelah beberapa hari terbunuh karena ada tetangga yang curiga mereka tidak pernah kelihatan keluar rumah, sehingga jasad ditemukan dalam keadaan mulai membusuk.

Awalnya polisi menduga ini adalah balas dendam (karena kejam) atau tindakan dari orang yang mereka kenal karena tidak ditemukan adanya buka paksa pintu.
Akan tetapi setelah pembunuhnya tertangkap, ternyata motif pembunuhan sangatlah sederhana. Panik.

Ya, setelah diusut ternyata pembunuhan terjadi karena ada pencuri yang kepergok ketika berniat melakukan aksinya. Kabarnya, sang ibu berteriak maling. Lalu sang pencuri panik (sepertinya pintu masih dalam keadaan tidak terkunci) lalu masuk dan membunuh ibu dan kedua anaknya yang sedang berada di ruang tamu untuk menghilangkan saksi.
Lalu karena ada kakek di ruang belakang ia juga dibunuh untuk memastikan tidak ada saksi.
Setelah itu ia mencuri.
Tahukah Anda apa yang dicuri?
Dua pompa air dan telepon genggam.
Bayangkan 4 nyawa melayang hanya untuk barang curian yang nilainya tidak seberapa.

Lalu apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini.
Langkah menghindari kriminalistas terutama terhadap anak-anak.

Pertama, di luar sana ada yang namanya penjahat.
Jadi jangan pernah merasa bahwa kita pasti aman dari kejahatan, kemungkinan selalu ada.
Jadi kita harus meminimalisir segala kemungkinannya.

Kedua, yang namanya tindakan sadis tidak perlu dilakukan oleh penjahat kaliber.
Remaja yang panik, mantan karyawan yang kecewa, mantan pacar yang merasa dipermalukan, sahabat yang dikecewakan, bisa tiba-tiba bertindak sadis, terutama ketika panik atau sangat sakit hati.
Peristiwa binjai terjadi karena panik, dan justru biasanya penjahat amatir yang panikan.
Jadi berhati-hatilah jika tindakan kita berdampak menyakiti hati orang.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengubah orang baik menjadi sadis.
Karena hati mudah berbalik.

Ketiga, anak-anak atau seseorang yang sangat bernilai bagi Anda, bagi orang lain apalagi bagi penjahat bisa tidak ada nilainya. Karena itu harus Anda yang menjaganya sepenuh hati, sebaik mungkin.
Anak yang sangat Anda cintai dengan segala apa yang Anda miliki, mungkin bagi penjahat hanya bernilai sebuah handphone atau beberapa ratus ribu.
Pada peristiwa di Binjai, sang ayah tidak di tempat karena sedang mencari nafkah membanting tulang jauh-jauh ke Kamboja untuk anak dan istrinya, tetapi dengan darah dingin keluarganya dibunuh penjahat hanya untuk pompa air dan handphone.
Sering kita dengar peristiwa anak kaya raya diculik dan dijual murah dalam human trafficking hanya karena penculik tidak mau beresiko meminta uang tebusan sekalipun mahal dan memilih menjual murah ke pedagang anak.

Keempat, kadang tanpa sadar orang tua, tanpa sadar, justru menjadi pemicu peristiwa yang mengakibatkan anak menjadi korban.
Akan saya ungkap satu contoh yang juga memilukan dari berita yang saya dengar beberapa tahun lalu.
Ada anak yang mengalami kerusakan otak parah akibat dipukuli preman. Usianya baru 7 tahun. Akibat pukulan preman tersebut anak itu cacat mental seumur hidup.
Tahukah kenapa anak itu dipukuli preman?
Ternyata peristiwa itu dipicu karena ayah dari anak tersebut pernah menegur sang preman karena mabuk di dalam mesjid.
Mungkin karena teguran itu kasar atau karena memang premannya brengsek, tapi tetap saja ini tidak mengubah fakta bahwa anak tersebut menjadi cacat akibat peneguran tersebut.
Sekalipun preman itu dihukum, itu tidak mengembalikan kesehatan anak.
Jadi sebagai orang tua kita harus berpikir berulang kali ketika bertindak.
Apakah ini akan membahayakan keselamatan anak atau aman-aman saja.

Saya pernah naik angkot bersama Putri Salsa yang waktu itu baru usia 6 tahunan.
Sang supir ngebut, sembrono dan ngerem mendadak.
Akibatnya satu ibu yang duduk di dekat pintu terlempar keluar. Untung ibu itu baik-baik saja.
Si supir bukannya minta maaf malah memarahi sang ibu yang dianggap tidak siaga.
"Gimana sih naik mobil, makanya pegangan!" dan diikuti kata kasar lainnya.
Saya bilang ke Salsa:
"Caca (panggilan Salsa waktu kecil), kalau ayah tidak lagi sama Caca, mungkin ini supir udah ayah tonjok!"
Salsa bertanya; "Kenapa?"
"Pertama dia ugal-ugalan, dan bukannya minta maaf tapi malah sumpah serapah ke ibu yang jatuh keluar dari mobil"
Lalu Salsa bertanya lagi; "Kenapa kalau ada Caca, ayah gak pukul aja!:
Saya menjawab;
"Kalau ayah sendiri, ayah peringati, kalau dia gak tahu diri mungkin ayah pukul, kalau dia ajak berkelahi ayah hadapi. Tapi kalau nanti banyak supir angkot datang dan kerubutin ayah walaupun dia yang salah, ayah gak mungkin bisa menghadapi kalau sambil jaga Caca.
Kalaupun ayah harus kabur, susah kalau sambil gendong Caca."
Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan dialog saya dengan Salsa, tapi itu yang ada di kepala saya saat itu dan saya menahan diri karena saat itu saya memikirkan keselamatan Salsa,
bukan emosi saya saat itu.

Pernah juga saya naik taksi dan argonya argo kuda.
Saya yakin sang sipir main kotor dengan argonya.
Karena tahu akan ribut dengan sang supir sebab saya hanya mau membayar sesuai harga biasa dan mengabaikan argo, saya meminta taksi berhenti di tikungan dekat rumah bukan depan rumah. Kenapa?
Berjaga kalau akhirnya ribut berkepanjangan, sang supir tidak tahu rumah saya, jadi anak-anak terjaga. Untungnya saat itu sang supir malu hati karena ketahuan main curang.

Kalau Anda pesan taksi lewat telepon, dan supir menjemput Anda di rumah, sebaiknya berpikir panjang jika ingin komplain berat. Kenapa?
Bayangkan kalau Anda komplain berat dan sang supir akhirnya dipecat.
Ia punya waktu kosong karena nganggur, ia juga punya masalah keluarga karena tidak punya penghasilan, dan dia cuma ingat itu semua karena Anda yang melapor dan ia tahu rumah Anda.
Kalau sudah dipecat ia sudah tidak lagi terikat peraturan perusahaan dan jadi pribadi yang bebas termasuk menumpahkan dendam kepada yang melaporkan.

Intinya, jika ingin bertindak terutama berkaitan dengan konflik, pikirkan dampaknya bagi keselamatan Anda dan keluarga.
Ingat, kita tidak pernah tahu apa yang ada di hati orang.
Zamannya sudah makin gila.

Kelima:
Preventif maksimal (Pencegahan)
Untuk hal yang bersifat kriminalitas kita harus menerapkan prinsip Prepare for The Worse.
Saya teringat ketika nyambi bekerja di Jakarta Internasional School. Di sana setiap anak masuk mobil jembutan ada absennya, jika ada yang tidak jadi ikut ada juga laporannya. Jadi semua data terdata rapih, jadi sangat sulit ada peluang penculikan.
Itu namaya prapare for the worse.

Anda baru saja memecat supir pribadi yang tertangkap basah misalnya mencuri jam tangan.
Apa yang Anda katakan pada anak Anda yang masih kecil?
"Nak, Pak ini sudah tidak jadi supir kita. Jadi jangan mau ikut kalau dia jemput kamu di sekolah sekalipun dia bilang disuruh ayah atau bunda jemput kamu."
Anda baru memecat pegawai yang dekat tidak jujur dan kebetulan dekat dengan anak-anak.
"Nak, Pak ini sudah tidak bekerja dengan kita, jadi kalau dia ajak kamu kemana, harus konfirmasi dulu ke ayah atau bunda ya..."
Setidaknya Anda sudah berjaga-jaga.

Keenam
Jika Anda mempunyai pembantu, pastikan Anda memberi standar keamanan yang tinggi.
Misalnya;
"Mbak, saya tidak ada janji sama siapa-siapa jadi selama saya pergi jangan buka pintu untuk siapapun!!
"Kalau ada tamu yang datang, telepon saya dulu sebelum buka pintu, jangan pedulikan seberapa sering bel dipencet atau seberapa keras pintu diketuk!"


Ketujuh. Siapkan perangkat dukungan
Catat nomor kantor polisi terdekat. Jangan skeptis dengan service polisi, karena pada beberapa pengalaman, saya menemukan polisi cepat tanggap.
Pastikan punya nomor tetangga, karena pada keadaan genting di rumah ketika Anda di kejauhan, maka hanya tetangga yang bisa memberikan respon secara cepat.
Beri tahu juga nomor-nomor penting tersebut pada pasangan dan anak-anak.(Isa Alamsyah)
Sumber: http://www.isaalamsyah.com/2011/05/parenting-home-safety-menjaga-sikap.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ada udang di balik Sedekah itu Wajib

Dikisahkan Zaman Dahulu, Ada tiga orang pemuda yang sedang mengadakan perjalanan. Tiba-tiba mereka ditimpa oleh hujan, maka mereka berteduh di dalam sebuah gua. Celakanya tiba-tiba ada batu besar yang menggelinding menutupi gua tersebut, Maka salah satu mereka berkata kepada yang lain: "Demi Allah, tidak akan ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sifat IKHLAS kita, oleh karenanya, saya harap agar masing-masing kita berdoa kepada Allah dengan perantara amal sholeh yang kita kerjakan dengan penuh keikhlasan “.
Seorang dari mereka berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa dulu aku punya seorang pekerja yang bekerja padaku dengan imbalan 3 gantang padi. Tapi, tiba-tiba dia pergi dan tidak mengambil upahnya. Kemudian aku ambil padi tersebut lalu aku tanam dan dari hasilnya aku belikan seekor sapi. Suatu saat, dia datang kepadaku untuk menagih upahnya. Aku katakan padanya, 'Pergilah ke sapi-sapi itu dan bawalah dia'. Dia balik berkata, 'Upahku yang ada padamu hanyalah 3 gantang padi'. Maka aku jawab, 'Ambillah sapi-sapi itu, sebab sapi-sapi itu hasil dari padi yang tiga gantang dulu'. Akhirnya dia ambil juga. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku perbuat itu hanya karena mengharap ridhaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)." Tiba-tiba batu besar (yang menutupi gua itu) bergeser.
Seorang lagi berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku mempunyai bapak-ibu yang sudah renta. Setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambingku. Suatu malam aku datang terlambat pada mereka. Aku datang kala mereka sudah tidur lelap. Saat itu, isteri dan anak-anakku berteriak kelaparan. Biasanya aku tidak memberi minum buat mereka sehingga kedua orang tuaku terlebih dahulu minum. Aku enggan membangunkan mereka, aku juga enggan meninggalkan mereka sementara mereka butuh minum susu tersebut. Maka, aku tunggu mereka (bangun) sampai fajar menyingsing. Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa hal tersebut aku kerjakan hanya karena takut padaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini). Tiba-tiba batu besar itu bergeser lagi.
Yang lain lagi juga berdo'a: "Ya Allah, Engkau tahu aku mempunyai saudari sepupu (puteri paman), dia adalah wanita yang paling aku cintai. Aku selalu menggoda dan membujuknya (berbuat zina) tapi dia menolak. Hingga akhirnya aku memberinya (pinjaman) 100 dinar. (Jelasnya), dia memohon uang pinjaman dariku (karena dia sangat membutuhkan dan terpaksa), maka (aku jadikan hal itu sebagai jalan untuk mendapatkan kehormatannya). Maka aku datang kepadanya membawa uang tersebut lalu aku berikan kepadanya, akhirnya dia pun memberiku kesempatan untuk menjamah dirinya. Ketika aku duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, 'Bertakwalah engkau kepada Allah, janganlah engkau merusak cincin kecuali dengan haknya'. Maka dengan segera aku berdiri dan keluar meninggalkan uang 100 dinar itu (untuknya). Ya Allah, bila Engkau tahu bahwa apa yang aku kerjakan itu hanya karena aku takut kepadaMu, maka keluarkanlah kami (dari gua ini)". Tiba-tiba bergeserlah batu itu sekali lagi, dan Allah pun mengeluarkan mereka . (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Sedekah memang harus ikhlash, tapi sebenarnya untuk ikhlash itu tidak rumit, gimana sih ikhlas dalam sedekah itu ? selama kita mengharap imbalan atau balasan hanya dari Allah SWT saja, ya itulah ikhlas. Tidak mengharap imbalan dalam bentuk apapun dari orang atau lembaga yang kita sedekahin, kalo minta didoakan ? ya boleh-boleh saja, kan berdoanya juga kepada Allah, yang membalas juga Allah.
Jadi kalo sedekah lalu kita minta macem-macem sama Allah itu boleh bahkan wajib, lho kok wajib ? lha iya, kalo gak minta sama Allah lalu minta sama siapa ? lho sedekah kok minta balasan ? orang gak sedekah saja boleh meminta apalagi sudah sering sedekah ya sangat-sangat boleh meminta.
Meminta dan berharap kepada Allah itu kata lainnya adalah berdo’a, masa berdo’a dilarang ? berdo’a itu wajib, lho kok wajib ! ya kalo orang gak pernah berdo’a,gak pernah meminta dan gak pernah berharap sama Allah SWT, berarti dia gak butuh dong sama Allah, Nabi dan Rosul saja berdo’a dan meminta sama Allah, masa kita ‘gak ?
Cuma seringkali orang berdebat soal ikhlas tidak ikhlas, sampai-sampai gak jadi ibadah gak jadi sedekah, dalihnya “ daripada tidak ikhlas, kan sia-sia nanti “. Padahal sebenarnya selama masih ada iman di dada kita, amal apapun yang kita perbuat pasti unsur ikhlas itu otomatis menyertainya. Apa sih yang diharapkan dari orang beriman ketika beramal ? kan Cuma balasan dari Allah saja tho ? nah semudah itulah ikhlash.
Dalam hal sedekah, sebenarnya perdebatan soal ikhlas itu hanya berlaku bagi para pemula saja, bagi para ahli sedekah ikhlas itu sudah otomatis, para ahli sedekah sudah berusaha naik ke tingkatan berikutnya : seberapa sering dan seberapa banyak karena mereka sudah menikmati dahsyatnya sedekah.
Suatu hari ada seorang peminta-minta datang kepada orang yang suka berdebat tentang ikhlas…….
“ pak, tolong mohon sedekahnya, saya kelaparan “
“ ntar deh, sekarang hati saya belum ikhlas “
“ Waduh, tolonglah pak, saya sudah hampir sekarat nih !”
“ yah, gimana lagi, hati saya belum ikhlas, ntar sedekah saya jadi sia-sia dong ! “
Beginilah orang yang suka debat dalil soal ikhlas, nunggu lebaran monyet dulu gak action-action. Celakanya kalo si pengemis keburu mati lalu orang tadi juga mendadak mati sebelum sempat ibadah, belum sempat sedekah, nah lho gimana tuh.
Sahabat, Seperti Kisah dalam hadits diatas, betapa sedekah itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk menggerakkan Tangan Allah membantu kita yang sedang terbelenggu dalam masalah yang sangat berat yang tidak mampu kita selesaikan dengan tenaga dan fikiran kita. So…. Tetaplah selalu bersedekah walau hanya baru bisa dari yang tersisa bersama Rumah Yatim Indonesia. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Khilaf, Benci, dan Cinta

Seorang kawan, dalam doa dan salamnya
Di berlalunya seperempat abad usiaku
kembali mengenangkanku sebuah kaidah
"Bencilah kesalahannya,
Tapi jangan kau benci orangnya."

Betulkah aku sudah mampu begitu
Pada saudaraku, pada keluargaku
Pada para kekasih yang kucinta?
Saat mereka terkhilaf dan disergap malu
Betulkah kemaafanku telah tertakdir
Mengiringi takdir kesalahan mereka?

Tapi itulah yang sednag kupanjatkan
Dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya

karena aku tahu, bahwa terhadap satu orang
Aku selalu mampu membenci luputnya
Tapi tetap cinta dan sayang pada pelakunya
Itulah sikapku selalu, pada diriku sendiri

Kucoba cerap lagi kekata Asy Syafi'i
"Aku mencintai orangg-orang shalih"
Begitu katanya, diiringi titik air mata
"Meski aku bukanlah bagian dari mereka
Dan aku membenci para pamaksiatNya
Meski aku tak berbeda dengan mereka
 

Ya..mungkin dia benar

Tapi dalam tiap ukhuwah dan cinta
Dalam tiap ikatan yang Allah jadi saksinya
Aku ingin meloncat ke hakikat yang lebih tinggi

Karena tiap orang beriman tetaplah rembulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak pernah ingin ditampakkannya pada siapapun
maka cukuplah bagiku
memandang sang bulan
Pada sisi cantik yang menghadap ke bumi

Tentu, tanpa kehilangan semangat
Untuk selalu berbagi dan sesekali merasai
gelapnya sesal dan hangatnya nasehat
sebagaimana sang rembulan
yang kadang harus menggerhanai matahari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kita, Prasangka, Mereka

Kita hidup du tengah-tengah khalayak
Yang selalu berbaik sangka...

Alangkah berbahanya
terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
Atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasnagka itu

Tapi keinsyafan membuatkadang terfikir
Bersediakah mereka tetap jadi saudara
Saat tahu kita yang sebenarnya
Kadang tersa, bersediakah dia menjadi sahabat
Saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
Dan..bersediakah dia tetap mendampingi kita dalam dekapan ukhuwah
Ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
Dia percaya, karena dia dikenal
Sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya
Sementara kita dipercaya, justru karena
Mereka semua tidak mengenal kita....

Yang ada hanya baik sangka....
Maka mari kita hargai dan kaga semua baik sangka itu
Dengan berbuat sebaik-baiknya
Atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan Abu bakar
Lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

"Ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
Dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu..."
Atau do'a seorang tabi'in yang mulia;
" ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
Sebagai seburuk-buruk makhluk
Dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
Dan dalam pandangan-Mu sebagai yang palingmulia

(Salim A. Fillah)

















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pernah Ada Masa-Masa

Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
Kita lekat bagai api dan kayu
Bersama menyala, slaing menghangatkan rasanya
Hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
Tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
Kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
Merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
Dan melukis pelangi
Namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

Di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
Mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
Bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
Saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
Pada akhlak yang manis, lembut dan wangi
Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya



(Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kubaca firman Persaudaraan

Ketika kubaca firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan
Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman

Aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang
Dalam dua detik, dua detik saja
Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
Itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah bermufakat
Meski lisan belum saling sebut nama dan tangan belum berjabat

Ya, kubaca lagi firmanNya, " sungguh tiap mukmin bersaudara"
Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping

Kubaca firman persaudaraan ukhti sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan:
"Para kekasih di hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain..
Kecuali orang-orang yangb bertaqwa"


(Salim A. Fillah)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dua Mata, Dua Tangan

Add caption
Add caption













Ada kalanya kita seperti dua mata
Tak pernah berjumpa
Tapi selalu sejiwa

Kita menatap ke arah yang sama
Walau tak berjumpa
Mengagumi pemandangan indah
Dan berucap: Subhanallah

Kita bergerak bersama
Walau tak berjumpa
Mencari pandangan yang dihalalkan
Menghindar dari yang diharamkan
Dan berucap: Astaghfirullah

Kita menangis bersama
Walau tak berjumpa
Dalam kecewa, sedih, ataupun gembira
Duka dan bahagia
Dan tetap berucap: Alhamdulillah

Kita terpejam bersama
Walau tak berjumpa
Memberi damai dan rehat
Sambil berucap: Laa haula wa laa quwwata illa billaah...

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam sedekap shalat
Berjama'ah menghadap Allah

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam membersihkan
Segala noda dan kotor dari badan....


(Salim A. Fillah)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Runtuhnya Nilai Kejujuran

KITA semua pasti ikut merasa prihatin atas nasib yang dialami siswa
sekolah dasar AL dan kedua orangtuanya Siami serta Widodo. Karena
sikap jujur mereka untuk menyatakan ketidakbenaran atas pelaksanaan
ujian nasional, malah mereka akhirnya dinyatakan bersalah.
Orangtua AL dianggap mencoreng nama baik sekolah. Para orangtua yang
lain menyalahkan orangtua AL yang mempersoalkan adanya permintaan guru
sekolah yang memerintahkan AL membagi jawaban ujian nasional kepada
murid-murid yang lain.
Ini persoalan mendasar yang tidak bisa dianggap enteng. Betapa
nilai-nilai kejujuran sudah begitu terpuruknya pada bangsa ini. Kita
tidak lagi bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik
dan yang buruk.
 Nilai sepertinya sudah terbalik-balik pada bangsa ini. Orang yang
salah bisa menjadi benar, sementara orang yang benar bisa dianggap
salah. Itu bukan hanya terjadi pada kasus di Gadelsari Barat,
Surabaya, tetapi sudah menjadi praktik umum yang kita lihat setiap
hari.

Ketika kita sedang berada dalam kekuasaan, seringkali kita tidak
menangkap ketidakadilan seperti itu. Seakan-akan itu hanya sebuah
persoalan kecil yang tidak penting dan tidak memiliki makna apa pun.
Namun ketika kemudian merasakan sendiri ketidakadilan itu, maka bisa
terasalah arti sebuah kebaikan, arti sebuah kebenaran, arti sebuah
kejujuran.

Itulah yang pasti dirasakan oleh Adang Daradjatun. Ketika masih
menjabat sebagai polisi, menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI, ia tidak
terlalu peduli atas ketidakadilan yang terjadi. Ketika para pelaku
korupsi kabur ke luar negeri, tidak terdorong keinginan untuk
memerintahkan anggota polisi untuk menangkap mereka.
Kini ia merasa ketidakadilan itu, ketika istrinya Nunun Nurbaeti
dipersangkakan ikut terlibat dalam kasus suap pada pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia. Adang berteriak keras ketika istrinya
ditetapkan sebagai tersangka, dicabut paspornya, dan dimintakan kepada
Interpol untuk ditangkap.
Dalam wawancaranya dengan Metrotv, Adang tidak bisa menerima atas
ketidakadilan yang ia rasakan. Bagaimana istrinya ditetapkan sebagai
tersangka dan dicabut paspornya, sementara begitu banyak koruptor yang
kabur ke luar negeri sejak bertahun-tahun lalu, namun hingga kini
tidak pernah juga dicabut paspornya.
Adang menegaskan bahwa dirinya tidak akan tinggal diam. Meski bukan
dalam arti melakukan perlawanan total, dirinya akan membuka semua
ketidakberesan yang terjadi. Ia tidak akan membiarkan istrinya
dijadikan korban dari sebuah ketidakbenaran.
Adang beruntung masih tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dari Partai Keadilan Sejahtera. Sebagai polisi bintang tiga, pasti
masih banyak anggota polisi yang akan membantu dirinya melawan
ketidakadilan itu.
Namun tidak demikian nasibnya Saimi dan Widodo. Mereka bukanlah
siapa-siapa. Mereka hanya rakyat biasa yang mencoba menegakkan nilai
kejujuran. Namun ia harus tersingkir dari lingkungannya, yang tidak
bisa menerima sikap jujurnya.
Adakah orang yang membela Saimi dan Widodo? Adakah mereka yang peduli
terhadap AL? Tidak ada sama sekali. Mereka dibiarkan menghadapi
kejamnya kehidupan di tengah bangsa yang sedang kehilangan nilai
kebaikan.
Seharusnya pemerintah tampil untuk menggunakan momentum ini
mengajarkan kembali pentingnya arti sebuah kejujuran, pentingnya
sebuah keadilan. Tampil untuk menjadikan sosok Saimi dan Widodo
sebagai simbol kejujuran, bukan malah membiarkan mereka menjadi korban
dari ketidakbenaran.
Bahkan Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Jawa Timur,
Wali Kota Surabaya seharusnya bersimpati kepada nasib yang dialami
Saimi dan Widodo. Bukan hanya duduk diam, menonton ketidakbenaran itu
terus terjadi, sehingga tidak ada pembelajaran yang bisa dipetik oleh
bangsa ini.
Ketika semua pemimpin diam, maka orang tidak akan berani untuk bicara
kebenaran, bicara kejujuran. Mereka akan menelan semua ketidakbenaran
itu, kalau pun dirasakan bertentangan dengan nilai kebajikan yang
mereka yakini. Sebab, ternyata bicara kebenaran, bicara kejujuran di
negeri ini malah dianggap sebagai sebuah kesalahan.
Ketika memberikan kuliah di depan generasi muda, sebenarnya ada
pelajaran berharga yang diberikan Presiden. Bahwa sebagai pemimpin
kita tidak boleh berkompromi untuk hal-hal yang prinsipiil seperti
dalam hal etika atau nilai-nilai. Yang boleh dikompromikan hanyalah
taktik atau strategis dalam mencapai tujuan.
Kasus AL, Saimi, dan Widodo seharusnya dipakai untuk melaksanakan
kebajikan yang disampaikan. Saimi dan Widodo merupakan sosok langka di
negeri yang hanya berorientasi kepada hasil, tanpa memedulikan proses.
Saimi dan Widodo mengajarkan kepada kita semua bahwa kejujuran itu
masih ada di negeri ini.

Sumber: pembacaasmanadia@ yahoogroups. com & metrotvnews. com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS