Di
suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua.
Sambil dud
eralas
daun pisnag, Pak Tua begitu menikamati kegiatan memancing. Ia pegang gagang
pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar
wajahnya tak tersorot terik matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya
pemandangan sekitar sungai.
Sang
pemuda terus memandangi si pemancing tua. “Aneh?” ucapnya membatin. Tanpa
sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar
nyaris terlupakan. “Bagaimana orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya
karena satu dua ikan?” gumamnya kemudian.
“Belum
dapat, pak?”ucap pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa
menoleh, dan langsung tersenyum. “Belum” jawabnya pendek. Pandangannya beralih
ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air
berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata
Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.
“Sudah
berapa lama Bapak menunggu?” tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran
sungai. Pelampung Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap
tenang.
“Baru
tiga jam,” jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya mendendangkan nada-nada
tertentu.” Ada apa, anak muda?” tiba-tiba Pak Tua balik bertanya. Si Pemuda
berusaha tenang. “Bagaiman Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?”tanyanya agak
hati-hati.
“Anak Muda, “ suara Pak Tua agak parau.
“dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh.
Pandangi alam swkitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama
begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang tertiup dari sela-sela
pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!” ucap Pak Tua tenang. Dan ia
pun kembali bersiul
Tidak
ada kegiatan yang paling membosankan
selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Sepasang suami
istri menunggu kejadiran seorang anak. Orang tua menunggu tumbuh kembang
anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Para gadis menunggu
jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Lulusan sarjana menunggu panggilan
kerja. Semua menunggu.
Namun,
jangan terlalu serius menatap ‘pelampung’ yang ditunggu. Energi kesabaran akan
cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu
pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi, pergantian siang dan malam
dan permainan seribu satu pengharapan.
Para
gadis di masa menunggu jodoh bisa memperbaiki kualitas diri. Memperbanyak
ibadah, mengikuti seminar atau training tentang manajemen rumah tangga, belajar
masak, dan masih banyak yang lain yang bisa dilalukan agar menjadi pribadi yang
berkualitas sehingga nanti bisa mendapatkan jodoh yang berkualitas pula. Jangan
melulu meratapi diri karena jodoh yang dinanti belum jua datang. InsyaAllah
kalau kita jalani kegiatan menunggu dengan kesibukan-kesibukan yang baik kita
tidak akan merasa jenuh dan lelah menanti jodoh kita.
Para
sarjana bisa mengikuti training-training yang dapat meningkatkan kualitas
dirinya sehingga bisa menampilkan performa yang maksimal ketika bekerja.
Suami
istri yang belum jua dikarunia anak dalam usia pernikahan yang lumayan lama
tidak perlu jenuh menunggu amanah menjadi orang tua. Nikmati masa pacaran
setelah pernikahan, persiapkan diri menjadi orang tua yang baik.
Siapapun
kita yang sednag menunggu. Enjoy aja! Insyaallah, menunggu menjadi sesuatu yang
sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.
Sumber:
Majalah “SAKSI’ (Muhammad Nuh) dengan sedikit penambahan